TIGA BENTUK RUMUSAN CREDO DALAM MISA 

Setiap hari Minggu, kita mendoakan Credo atau “Aku percaya” dalam misa. Ritus ini berasal dari liturgi baptis yang telah dilakukan sejak abad pertama. Pada awal abad ke-VI, Credo masuk dalam perayaan Ekaristi khususnya digunakan di Konstantinopel. Sementara itu, di Spanyol Credo baru berlaku pada akhir abad ke-VI, sedangkan di Gallia (sekarang Prancis dan Jerman), ritus Credo mulai dipakai dalam misa pada abad ke-IX. Di Roma sendiri, Credo baru muncul dalam misa pada abad ke-XI (bdk. Vincenzo Raffa, Liturgia Eucaristia, Mistagogia della Messa: dalla storia e dalla teologia alla pastorale pratica, 295-297). 

Dalam liturgi romawi, Credo dilakukan setelah ritus homili sedangkan dalam liturgi ambrosian, Credo didoakan setelah pengunjukan persembahan dan sebelum doa atas persembahan. Bagi kita, Credo adalah pernyataan iman akan Allah Tritunggal dan tanggapan akan sabda Allah yang dimaklumkan dari Kitab Suci dan dijelaskan dalam homili. Dengan melafalkan kebenaran-kebenaran iman lewat rumusan yang disahkan untuk penggunaan liturgis, umat mengingat kembali dan mengakui pokok-pokok misteri iman sebelum mereka merayakannya dalam  Liturgi Ekaristi (bdk. PUMR 67). Sedangkan dalam ritus ambrosian, Credo adalah pintu masuk atau gerbang utama menuju misteri Ekaristi. 

Missale Romanum (MR) 1570 menegaskan bahwa yang mendoakan Credo hanyalah imam saja, dan kemudian setelah Konsili Vatikan II diubah oleh Institutio Generalis Missalis Romani 1969 yang mengatakan bahwa Credo didoakan oleh imam dan umat secara bersama-sama khususnya pada hari Minggu dan hari Raya. Kalau dinyanyikan, Credo dinyanyikan bersama-sama atau bergantian berdasarkan pembagian kelompok tertentu dalam misa. Pedoman Umum Misale Romawi 2002 menegaskan bahwa Credo -kalau dilagukan-, diangkat oleh imam atau, lebih serasi, oleh solis atau kor. Selanjutnya Credo dilagukan entah oleh seluruh jemaat bersama-sama, entah silih berganti antara umat dan kor. Kalau tidak dilagukan, Credo dibuka oleh imam, selanjutnya didaras oleh seluruh jemaat bersama-sama atau silih berganti antara dua kelompok jemaat (bdk. PUMR 68). Selain itu, ditambahkan juga bentuk rumusan Credo yang dapat digunakan dalam setiap misa yang kita rayakan. Ada tiga bentuk rumusan Credo yakni forma brevis atau bentuk pendek, forma lunga atau bentuk panjang, dan forma dialogi atau bentuk dialog.


Forma brevis

Bentuk rumusan Credo yang pertama adalah forma brevis atau bentuk singkat. Bentuk singkat ini disebut juga dengan istilah simbolo apostolo atau syahadat para rasul. Disebut demikian karena Credo ini merupakan pernyataan iman yang lahir dari “ekspresi simbolik” para rasul. Pengakuan para rasul akan Yesus sebagai Kristus yang adalah Mesias yang dinantikan, dijadikan oleh Bapa sehingga memiliki dimensi ilahi: “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus (bdk. Kis 2:46). Teks Credo ini terdiri dari dua belas frase yang melambangkan jumlah kedua belas rasul. 

Rumusannya adalah sebagai berikut: “Aku percaya akan Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta langit dan Bumi, dan akan Yesus Kristus, PutraNya yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria. Yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan wafat dan dimakamkan,yang turun ketempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati. Yang naik ke surga, duduk disebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa. Dari situ Ia kan datang mengadili orang hidup dan mati. Aku percaya akan Roh Kudus, Gereja katolik yang Kudus, persekutuan para kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan, kehidupan kekal. Amin” (bdk. TPE 2005, 34).


Forma longa

Bentuk rumusan Credo yang kedua adalah forma longa atau bentuk panjang. Bentuk panjang ini sering disebut dengan syahadat Nikea-Konstantinopel. Dalam Konsili Nikea pada tahun 325 disebutkan bahwa rumusan Credo tersebut dibuat untuk melawan bidaah Arianisme yang menyangkal keilahian Kristus yang adalah Yesus sendiri dengan kodrat ilahi-Nya sebagai Allah dari Allah, Terang dari Terang, dilahirkan dan bukan diciptakan, dari substansi yang sama dengan Bapa. Dalam Konsili Konstantinopel pada tahun 381 disebutkan bahwa rumusan Credo tersebut untuk melawan orang Makedonia yang menyangkal keilahian Roh Kudus. Oleh karena itu, pada kata-kata “Aku percaya akan Roh Kudus”, ditambahkan kata-kata “yang adalah Tuhan (berarti Allah) dan memberikan kehidupan serta berasal dari Bapa”. Selain itu, ditambahkan juga filioque atau “dan dari Putra”.

Rumusannya adalah sebagai berikut: “Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan; dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang tunggal. Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa; segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Ia turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita. Ia dikandung dari Roh Kudus, Dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia. Ia pun disalibkan untuk kita, waktu Pontius Pilatus; Ia menderita sampai wafat dan dimakamkan. Pada hari ketiga Ia bangkit menurut Kitab Suci. Ia naik ke surga, duduk di sisi Bapa. Ia akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati; kerajaan-Nya takkan berakhir. Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa dan Putra, yang serta Bapa dan Putra, disembah dan dimuliakan; Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Aku mengakui satu pembaptisan akan penghapusan dosa. aku menantikan kebangkitan orang mati dan hidup di akhirat. Amin” (bdk. TPE 2005, 32-33).


Forma dialogi

Bentuk rumusan Credo yang ketiga adalah forma dialogis atau bentuk dialog. Bentuk Credo ini dilakukan dalam bentuk pertanyaan untuk membarui komitmen satu baptisan antara imam dengan umat. Rumusan ini dipakai pada saat baptisan, juga pada misa malam Paskah, dan kesempatan lain yang ditentukan secara liturgis. Rumusan pertanyaannya adalah Percayakah Saudara akan Allah Bapa Yang Mahakuasa, pencipta langit dan bumi?; Percayakah Saudara akan Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita yang dikembangkan oleh Perawan Maria, yang menderita sengsara, wafat dan dimakamkan; yang bangkit dari alam maut dan duduk disi kanan Bapa?; Percayakah Saudara akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang kudus, persekutuan para kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan dan kehidupan kekal?. Semua pertanyaan ini dijawab dengan “Saya percaya”.


Demikianlah ketiga bentuk rumusan Credo dijelaskan secara singkat. Baik dalam bentuk singkat, panjang, ataupun dialog, pada saat mengucapkan Credo, kita menyatakan iman secara personal tetapi diungkapkan secara bersama-sama yang memiliki dimensi ekklesial dan komunal. Rumusan Credo yang digunakan pada hari Minggu pada umumnya adalah bentuk panjang atau syahadat Nikea-Konstantinopel, sedangkan pada masa Prapaskah dan Masa Paskah digunakan bentuk pendek. Pada kata-kata inkarnasi, semua membungkuk hormat tetapi pada tanggal 25 Maret hari Raya Kabar Sukacita dan 25 Desember hari Raya Natal, semua berlutut.



RP. Riston Situmorang OSC

Dosen Liturgi Fakultas Filsafat UNPAR