TIGA UNSUR PENTING DALAM LITURGI

Ketika Kristus hendak merayakan perjamuan Paskah untuk menetapkan Tubuh dan Darah-Nya, Ia menyuruh para murid agar menyiapkan segala sesuatunya. Gereja percaya bahwa perintah yang sama juga berlaku untuk dirinya sehingga memiliki kewajiban untuk mengatur perayaan Ekaristi dan memberikan pedoman tentang sikap batin dan tata perayaan yang dibutuhkan. Demikianlah Gereja dengan tegas memastikan kelangsungan tradisi meskipun selalu ada hal-hal yang senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan Gereja: liturgia semper reformanda est atau liturgi itu selalu diperbarui (bdk. Luk 22: 12; juga bdk. Pedoman Umum Misale Romawi atau PUMR 1). Oleh karena itu, dalam sejarah tradisi liturgi, kita dapat melihat ada tiga unsur penting yang patut kita perhatikan supaya perayaan liturgi yang kita rayakan sungguh-sungguh bermakna dalam kehidupan beriman kita: validitias, licietas, dan fructuosa.


Validitas Liturgiae

Unsur penting yang pertama adalah validitas yakni unsur yang berurusan dengan keabsahan suatu perayaan liturgi. Sah atau tidaknya suatu perayaan dapat ditentukan dari pelayan atau pemimpin yang sah dalam perayaan tersebut dan susunan ritus yang sah dari perayaan liturgi itu sendiri. Perayaan liturgi hanya sah apabila dipimpin oleh petugas yang valid yaitu imam yang ditahbiskan secara sah dan mendapat fakultas dari uskup diosesan tertentu serta tidak sedang mengalami halangan apapun dalam melakukan tugas dan jabatannya sebagai imam. Untuk menghindari terjadinya kasus penipuan imam atau adanya orang yang berlaku seperti imam (imam gadungan) dalam perayaan liturgi, sangat diperlukan testimonium ordinationis yaitu bukti atau surat tahbisan dari imam yang bersangkutan atau kartu selebret imam sebagai surat rekomendasi merayakan Ekaristi dan fakultas mendengarkan pengakuan dosa serta memberikan absolusi sakramental.

Selain itu, perayaan liturgi hanya sah apabila mengikuti susunan ritus liturgi yang berlaku, sebagai contoh di Keuskupan Bandung yang berlaku adalah Ritus Katolik Roma dengan materia dan forma sacramenti (materi dan forma sakramen) yang tidak diubah-ubah seturut ketentuan hukum yang ada. Perayaan Ekaristi tidak akan valid (invalid) atau tidak sah bila dirayakan tanpa roti dan anggur atau menggunakan materi pengganti yang lain. Sesuai tradisi perayaan Paskah Yahudi, bahan yang dipakai dalam perayaan Ekaristi adalah roti tidak beragi yang terbuat dari gandum murni dan baru sehingga dapat dihindari pembusukan atau basi (bdk. PUMR 320; juga bdk. Redemptionis Sacramentum atau RS 48; bdk. Kan 924 § 2). Anggur yang dipergunakan dalam perayaan Ekaristi itu harus alamiah, berasal dari buah anggur murni dan tidak masam dan tidak tercampur dengan bahan lain (bdk. PUMR 323; RS 50; Kan 924 § 1, 3).

Validitas Liturgiae atau keabsahan liturgi secara teologis menurut St. Agustinus dikenal dengan istilah ex opere operato yang dapat diterjemahkan dengan di luar karya (imam), karya (Allah) terjadi. Terlepas dari keterbatasan imam yang memimpin suatu perayaan, karya keselamatan dalam liturgi tetap terjadi karena belaskasih dan misteri Allahlah yang akan menyempurnakan perayaan tersebut. Dengan kata lain, apabila syarat minimal valid tidaknya liturgi sudah terpenuhi yakni materia dan forma serta fakultas yang dimiliki imam, maka keadaan subjektif imam sebagai pemimpin dan situasi umat yang berpartsisipasi serta proses jalannya perayaan tidak akan mempengaruhi keabsahan liturgi yang sedang dirayakan.  


 

 

Licieatas Liturgiae

Unsur penting yang kedua adalah licietas yakni unsur yang berurusan dengan ke-licit-an suatu perayaan liturgi. Licit atau tidaknya suatu perayaan dapat ditentukan dari kekudusan pelayan atau pemimpin perayaan tersebut, dan kepantasan umat yang mengikuti, serta ritus yang halal yang terjadi di dalamnya. Unsur licietas liturgiae menuntut perayaan liturgi yang lebih ideal dari pemimpin dan ritus yang berlaku tanpa harus mengganggu keabsahan perayaan liturgi yang ada.

Apabila pemimpin dalam perayaan Ekaristi kurang persiapan, melakukan banyak kesalahan dalam ritus, merayakannya dengan terburu-buru dan ceroboh serta situasi lain yang kurang lebih sama, maka perayaan liturgi tetap sah tetapi tidak licit. Di sisi lain, apabila umat datang terlambat, tidak fokus karena terganggu dengan pikiran di tempat lain, ngobrol pada saat perayaan Ekaristi, pulang sebelum mendapatkan berkat dari Imam dan beberapa contoh yang terjadi, maka perayaan liturgi juga tetap sah tetapi tidak licit. Selain itu, apabila perayaan Ekaristi dirayakan dengan kurang hikmat, sekedar formalitas, beberapa ritus hilang karena lupa menyediakan peranti liturgisnya seperti lavabo untuk ritus cuci tangan oleh imam dan lain-lain, maka sekali lagi perayaan liturgi tetap sah tetapi tidak licit.


Liturgia Fructuosa

Unsur penting yang ketiga adalah fructuosa yakni unsur yang berurusan dengan berbuah atau tidaknya suatu perayaan liturgi. Liturgi itu berbuah apabila liturgi yang dirayakan tersebut dapat membantu umat beriman ikut mencicipi liturgi surgawi. Dalam liturgi, terjadilah sanctificatio humanum (pengudusan manusia) dan glorificatio Dei (pemuliaan Allah). Liturgi yang berbuah terjadi karena kita melambungkan kidung kemuliaan kepada Tuhan sehingga kita berharap akan ikut serta dalam persekutuan dengan balatentara surgawi agar pantas bersatu dengan-Nya (bdk. Sacrosanctum Concilium atau SC 8).

Liturgi yang berbuah terjadi apabila umat beriman sungguh-sungguh merasakan pengalaman bersama dengan Allah dalam liturgi dan menjadikan liturgi sebagai pendorong agar mereka sehati sejiwa dalam kasih dan melaksanakan apa yang mereka peroleh dalam iman dalam hidup sehari hari (bdk. SC 10). Dengan demikian, umat beriman diutus untuk mewartakan kabar gembira yang dirayakan dalam liturgi dan diteruskan atau dipraktekkan dalam hidup yang lebih nyata kepada siapapun dan dimanapun mereka berada.

Liturgi yang berbuah adalah lanjutan tahapan dari unsur liturgi yang valid dan licit sehingga kesatuan dari ketiga unsur dalam liturgi tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Unsur validitas menyangkut perayaan liturgi yang benar karena berhubungan dengan fakultas pelayan, materia dan forma sakramen yang belaku; unsur licietas menyangkut perayaan liturgi yang baik karena berhubungan dengan kaidah atau pedoman liturgi yang ditetapkan; sedangkan unsur fructuosa menyangkut perayaan liturgi yang indah karena berhubungan dengan motivasi dan tujuan perayaan liturgi diadakan.

Dengan demikian, semoga ketiga unsur penting dalam liturgi ini dapat kita upayakan terus menerus tanpa harus mengabaikan yang satu karena menekankan unsur yang lain sehingga perayaan liturgi yang kita rayakan tidak sekadar kewajiban kita sebagai umat beriman saja tetapi karena kita memang sungguh membutuhkannya. Perayaan liturgi adalah cara istimewa Kristus menguduskan kita semua maka marilah kita menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh agar perayaan liturgi dapat berlangsung dengan benar, baik, dan indah sebagai ekspresi dari terwujudnya liturgi yang valid, licit dan berbuah. Semoga!


RP. Riston Situmorang OSC

Dosen Liturgi Fakultas Filsafat UNPAR

Sumber: Majalah Komunikasi, edisi 455