ALMA Puteri Bandung
Komunitas ALMA Puteri Bandung lahir dari sebuah rencana Tuhan yang terselubung seperti kisah Yusuf yang dibuang ke sumur dan akhirnya dibawa ke Mesir dan akhirnya menjadi berkat bagi saudara-saudaranya. Demikian awal kisah ALMA di Bandung diceritakan Sr. Monik Sirken AMNA.
Pembukaan komunitas ALMA Puteri di Bandung lahir dari sebuah keputusan dari seorang angota ALMA Puteri yakni Sr. Veronika Bakara yang direstui oleh Pimpinan ALMA Puteri saat itu Ibu Ignasia Mujdiah untuk berlibur ke kota Bandung. Dalam masa liburan itu, ia tinggal dengan orangtuanya. Sebagai seorang suster, kewajiban misa dijalankan dengan misa di Pastoran. Satu minggu kemudian, ia menghadap Pastor Paroki Martinus saat itu, RD Siswo Subroto untuk memberitahukan keberadaannya. Kemudian Pastor memberi tugas membantu menjaga telepon Pastoran. Dalam permenungan saat menjaga telepon itu, apakah lebih baik membuka panti di Bandung? Akhirnya hal itu disampaikan ke Pastor Paroki dan disambut baik. Pastor mengatakan kalau serius dan sungguh maka bisa menempati sebuah bangunan yang dibangun untuk keperluan Paroki Martinus tetapi belum bisa digunakan karena satu dan lain hal. Kemudian Suster Vero diminta oleh Pastor Paroki untuk kembali ke Malang untuk memberitahukan maksud membuka komunitas ALMA dan Panti Asuhan di Bandung karena Paroki sangat mendukung dan sudah menyediakan sebuah rumah untuk itu. Dengan bantuan Pastor Paroki dan umat paroki, rumah itu dibersihkan dan bulan Agustus 2002 ditempati oleh Sr.Vero. Akhirnya terbentuklah komunitas ALMA Puteri dan sebuah wisma untuk anak-anak miskin, cacat dan telantar. Beberapa waktu kemudian, Pendiri dan Pemimpin ALMA Puteri mengutus dua orang suster untuk membantu memulai karya ini.
Tarekat Hidup Bakti Sekulir
ALMA itu tarekat hidup bakti. Ada dua jenis tarekat hidup bakti : tarekat religius dan tarekat sekulir. ALMA termasuk tarekat sekulir. Para anggotanya tinggal bersama telantar dan anak-anak berkebutuhan khusus di satu rumah (serumah, semeja makan, sekamar, sehati sejiwa). Aturan hidup dan waktu komunitas (berdoa, beraktivitas, beristirahat) dalam tarekat ini bukan hanya para suster saja, melainkan para suster bersama para pembina dan anak-anak yang didampingi. Para suster ALMA tidak memiliki privilege. Mereka tidak memiliki kamar pribadi.
Para Suster ALMA menjadi bagian dari keluarga anak-anak. Ketika mereka meninggalkan keluarga kecilnya, saat mereka datang ke sini (ALMA -red) mereka menemukan keluarga barunya. Ketika memasuki jenjang kaul kekal, kami disebut ibu. Ibu yang “melahirkan” (mencari) anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak terlayani di tengah masyarakat. Orang-orang berkebutuhan khusus ini mungkin saja sudah terlayani di tengah keluarga, tetapi keluarga tersebut tidak tahu merawatnya. Para suster melakukan pembinaan terhadap keluarga dan orang dekat para orang berkebutuhan khusus itu. Tujuan yang paling utama adalah mengangkat harkat dan martabat manusia. Mereka mempunyai hak hidup wajar seperti orang pada umumnya. Mereka pun berhak atas fasilitas pendidikan dan terapi yang layak seperti anak-anak lainnya. Dalam hidup kesehariannya, mereka mendapatkan kasih sayang baik di dalam dan di luar rumah. Jumlah anak yang didampingi sebanyak 41 orang dan pengasuhnya sebanyak 25 orang (termasuk juru masak dan dua orang sopir).
Karya Misi Iman dan Misi Kasih
Komunitas ALMA memiliki misi iman : berpastoral di paroki, membantu pastor paroki untuk melayani umat yang berkebutuhan khusus. Dalam hal ini, para suster melakukan kunjungan pastoral ke lingkungan-lingkungan. Para suster ini tidak memiliki klausura, tetapi hidup berbaur bersama masyarakat (menjadi garam dan ragi di tengah masyarakat). Rumah-rumah kami berdekatan dengan masyarakat. Setiap akhir pekan sebelum pandemi, komunitas ini (suster dan pengasuh) berkunjung dan tinggal (live-in) ke daerah Dayeuh Kolot. Di tempat lain, anak-anak dibawa sebagai saksi hidup, misalnya menjadi pemain organ saat Misa di paroki terpencil.
Selain keterlibatan di paroki dan lingkungan, ada pula misi kasih dengan adanya tiga wisma dan melakukan penanganan dengan cara terapi, ada satu unit untuk terapi. Program CBR (Cari, Bina, Rawat) dalam masyarakat dengan berkunjung ke tempat tertentu berdasarkan izin pemerintah setempat atau di RT / RW setempat. Sebanyak 20 anak berasal dari kabupaten dan kota Bandung mendapatkan pelayanan ini. Dalam melakukan karya ini, tim berkunjung ke rumah-rumah. Mereka melakukan assesment atas kasusnya apa, kebutuhannya apa dalam melakukan pendampingan serta memungkinkan atau tidak, tindakan yang perlu dilakukan. Jika orang tersebut terkendala kesehatan, maka tim akan memberikan rujukan kepada Puskesmas. Seandainya tim dapat membantu, maka tim akan menangani langsung. Pada dasarnya rehabilitasi ini berbasis masyarakat, selalu melibatkan RT/RW dan kepala desa.
Pengelolaan Panti Asuhan Bakti Luhur ALMA
ALMA Bandung selalu mendapatkan banyak berkat, salah satunya permasalahan finansial. Orangtua yang berkecukupan secara finansial menjalin relasi yang baik dengan ALMA Bandung. Saat berbicara tentang kebutuhan konsumsi harian, mereka bersedia memberikan sesuai kebutuhan panti. Mereka memberikan dengan tulus. Bagi yang tidak memiliki keluarga, pengelolaan finansial ini sepenuhnya dikelola pihak ALMA.
Kisah lainnya, dulu pernah terjadi banyak pencurian. Mereka tidak mengerti bahwa komunitas ini hidup bersama. Ketika mulai dikenal melalui media sosial dan juga mendapat informasi lainnya, pada akhirnya berhenti dengan sendirinya. Setelah itu, ada penjagaan kompleks dengan adanya pos penjagaan. Relasi dengan lingkungan sekitar sejauh ini pun baik. Hal yang perlu ditingkatkan tentang penyebaran informasi atas adanya panti asuhan ini.
Pendampingan di Panti Asuhan ini merupakan pendampingan yang tak pernah berhenti, dirasakan Sr. Monik. Tingkat kebosanan dan kejenuhan dapat menimpa para pendamping dan anak-anak. Untuk itu, perlu diimbangi dengan adanya rekreasi : berolahraga bersama, karaoke bersama serta rekreasi keluar rumah. Kegiatan rekreasi (olah raga) diadakan setiap hari Sabtu. Hal ini dilakukan supaya hal rentan tidak terjadi, yaitu: kekerasan.
Secara pribadi, Sr. Monik menyampaikan bahwa anak-anak ini tidak berdosa, tidak punya rasa dendam, marah yang bertahan lama. Saya justru belajar dari anak-anak ini: belajar sabar, tidak dendam, memaafkan. Pada saat saya marah, setelah itu mereka lupa. Seharusnya saya yang waras yang terlebih dulu memaafkan. Mereka tidak akan berubah sesuai keinginan saya.
Untuk itu, saya harus mengenal cara berkomunikasi, pendekatan dan melatih anak-anak ini. Saya harus menggunakan hati. Walaupun kami sekolah tinggi dengan beragam teori yang ada, tetapi perlu melihat kenyataan bahwa setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Saya perlu lembut dan tegas untuk mengenalkan mana yang baik dan tidak baik. Saat saya tegas, mereka akan paham bahwa itu tidak boleh dilakukan. Selain itu, saat anak-anak buang air atau kalau anak perempuan menstruasi, perlu tingkat kesadaran yang tinggi pula supaya tidak melakukan tindakan kekerasan.
Menemukan Wajah Yesus
Suster mengisahkan ada seorang anak yang sedang duduk dan baru pulang dari keluarganya. Anak itu hanya duduk dan tidak bisa makan nasi, dia hanya minum air sehingga kondisi badannya terus menurun. Waktu itu, masih pandemi Covid, sehingga kami takut untuk membawanya ke rumah sakit. Komunikasi berhenti, hal itu menjadi parah. Kami berusaha menangani sendiri.
Sebuah pengalaman perjumpaan dengan Yesus yang tak lepas dari memorinya, “Pada suatu waktu, saya melihat anak itu mengangkat muka dengan mata yang sangat jernih. Setiap kali saya melewatinya, saya jarang menyentuhnya. Saya duduk mengajak berbicara dan memeluknya. Saat itu, saya menemukan kedamaian yang belum pernah saya dapatkan. Tiga hari kemudian, anak itu meninggal dunia. Saya meminta maaf kepada Tuhan Yesus karena menyadari bahwa dirinya jarang menyapa anak itu. Saat memeluk anak itu, ada satu kontak yang saya rasa bukan sebuah teori. Romo Jansen pernah mengatakan bahwa Anda sedang merawat Tuhan Yesus. Kepekaan batin ini perlu dan menjadi sebuah momen yang tak pernah hilang dari diri saya.”
Kisah di atas membuat dirinya semakin bersemangat dan mengalami kontak batin dengan anak-anak yang berkebutuhan khusus atau difabel. Tuhan hadir dalam setiap diri manusia. Secara pribadi, Suster menyampaikan bahwa dalam diri setiap manusia sejahat apapun orangnya, Tuhan ada dalam dirinya.
Selain untuk puteri, ada pula seorang pengasuh putera hasil didikan selama tiga tahun di Malang. Mereka sudah teruji masuk ke panti dan wisma. ALMA Bandung memiliki satu unit tempat terapi dan unit produksi. ALMA Putera tidak semua hidup bersama anak-anak. ALMA memiliki dua yayasan, yaitu: Yayasan Bhakti Luhur dan Yayasan Institut Pastoral Indonesia (IPI).
Memaknai 60 tahun.
Bersyukur bahwa ALMA memiliki karya besar dengan harta benda yang terbatas. Saya meyakini bahwa Tuhan hidup dengan caranya. Keyakinan dari pendiri bahwa setiap anak memiliki rezekinya sendiri-sendiri. Keyakinan itu tetap dipegang dan diyakini hingga saat ini. Karya besar itu bukan karena banyak uang, tetapi hidup karena Tuhan yang memulai dan Tuhan sendiri yang memelihara dengan cara-Nya. Dengan cara-Nya itu mempertemukan ALMA dengan anak-anak, bercerita kepada orang-orang yang baik hati dan mau membantu serta perpanjangan tangan ALMA untuk bercerita pula kepada banyak orang. Sedangkan acara menyongsong 60 tahun ALMA di Bandung ini adalah : 1. Misa safari di 9 gereja di wilayah dekenat Bandung Selatan, Laurensius dan Katedral, 2. Kegiatan Run, Walk dan Cycle on line, 3. Misa syukur, 4. Pameran Lukisan dari Seniman Bandung, 5. Malam kasih untuk ALMA. ***
Edy Suryatno, Britto