Berpuasa untuk Padamkan Kobaran Api Kebencian dan Hoaks








Ibu Negara ke-4 Republik Indonesia, Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid terus melakukan upaya merajut persatuan bangsa melalui kegiatan Sahur dan Buka Puasa Bersama. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini Sahur dan Buka Puasa Bersama dilakukan bersama berbagai elemen masyarakat tanpa membedakan keyakinan, ras, dan golongan.

Ibu Shinta telah memulai program ini ketika suaminya, Abdurahman Wahid alias Gus Dur masih menjadi presiden Indonesia pada tahun 2000 lalu, berupa Sahur Keliling. Saat itu Ibu Shinta mengunjungi sejumlah kawasan yang menjadi wilayah tinggal warga miskin. Dari silaturahmi tersebut Ibu Shinta mendapatkan masukan tentang kehidupan dan perjuangan mereka. Aspirasi warga miskin yang didapat saat Sahur Keliling tersebut kemudian menjadi masukan untuk membuat kebijakan yang berdampak pada mereka.

Kegiatan Sahur Keliling ini terus dilakukan Ibu Shinta, meski Gus Dur tak lagi menjadi presiden sejak 2001. Bukan hanya sahur tapi sekaligus buka bersama. Temanya pun terus berkembang. Pada lebih dari 10 tahun terakhir, Ibu Shinta lebih banyak menyerukan masalah toleransi dalam setiap tausiahnya. Ia mengajak masyarakat untuk memperkuat tali persaudaraan dan kebersamaan antar umat manusia melalui kerjasama antarumat beragama dalam membangun solidaritas kemanusiaan, merawat nilai-nilai pluralisme, dan hidup berdemokrasi.

Terlebih pada tahun politik 2019 ini. Proses politik ini menghadirkan berbagai konflik yang dikhawatirkan dapat mengancam kerukunan dan keutuhan bangsa dan negara. Terlebih saat ini kita bisa merasakan munculnya virus-virus kebencian yang merusak. Daya rusak virus ini akan semakin dahsyat, manakala terbungkus simbol agama dan atas nama agama. Ditambah lagi dengan media sosial yang ikut berperan sebagai instrumen menebar virus kebencian dengan berbagai macam fitnah, caci-maki, hujatan, dan hoaks. Nilai-nilai agama yang mengajarkan cinta kasih dan persaudaraan, hancur dan berubah menjadi kobaran api permusuhan. Kondisi yang sangat membahayakan dan berpotensi mengancam persatuan, persaudaraan, dan keberagaman.

Atas keprihatinan tersebut, Sahur dan Buka Puasa Bersama tahun ini mengangkat tema “Dengan Berpuasa Kita Padamkan Kobaran Api Kebencian dan Hoax.” Dengan harapan, bulan Ramadhan yang senantiasa mengajarkan cinta kasih (rahman-rahim) dan kearifan (wisdom) ini, dapat menjadi benteng yang kokoh dan mampu memadamkan kobaran virus kebencian. Karena hanya orang yang memiliki cinta kasih dan kearifan, yang dapat bersikap empati, menjaga persaudaraan dan persatuan serta merawat keberagaman.

Pada penyelenggaraan di empat wilayah di Jawa Barat, Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Bandung bekerjasama dengan Yayasan Puan Amal Hayati, bergandengan tangan dengan beberapa paroki dan jaringan lintas agama. “Walau sahur dan buka itu milik umat Muslim, namun tema-tema yang diangkat dalam acara Sahur dan Buka Puasa Bersama Ibu Shinta ini mengandung nilai universal. Maka banyak kawan-kawan dari lintas agama dan golongan bersatu mendukung program ini. Acara ini mengajak orang untuk melakukan refleksi, memperbaiki relasi dengan Tuhan dan sesama,” ungkap Ketua Komisi Keadilan Perdamaian (KKP) Keuskupan Bandung, Romo Fabianus Muktiyarso, yang menjadi koordinator penyelenggara acara.

Sahur dan Buka Puasa Bersama Ibu Shinta diselenggarakan di empat lokasi: Jumat (10/5) di Pesantren Banuraja, Batujajar, Bandung Barat; Sabtu (11/5) di Ds. Wanasari, Wanayasa, Purwakarta; Minggu (12/5) di Gedung Olah Raga Gotong Royong, Subang.