Dalam bahasa Sunda ada omongan yang berbunyi “bakat kubutuh” yang berarti “karena kebutuhan.” Frase “bakat kubutuh” mau menunjukkan adanya motivasi eksternal yang mendorong seseorang untuk bertindak, yaitu untuk memenuhi kebutuhan finansial sehingga orang bekerja keras. “Bakat kubutuh” bisa juga mendorong orang melakukan hal-hal negatif, misalnya mencuri, menipu, dan korupsi demi mememenuhi kebutuhan; karena ada kebutuhan uang yang biasanya mendesak. “Bakat kubutuh” tentunya juga diharapkan menjadi daya dorong orang kreatif untuk bekerja apa saja asal halal. Karena dorongan akan kebutuhan mendapatkan uang, orang rela melakukan kerja tangan yang melelahkan. Karena kebutuhan yang besar akan biaya, orang terdorong untuk kreatif untuk melakukan berbagai terobosan kerja.
Kreativitas adalah daya cipta akal budi yang dianugerahkan Allah. Setiap orang memiliki kemampuan untuk mencipta. Setiap orang juga sesungguhnya dipanggil Allah untuk berkreasi bersama Allah, Sang Kreator, Pencipta, Sang Khalik. Dengan begitu kita dipanggil menjadi ko-kreator, rekan pencipta untuk memelihara dan mengembangkan ciptaan Allah demi kesejahteraan manusia yang mengantar pada pengakuan dan pemuliaan Allah. Sayangnya, tidak semua orang menyadari panggilan luhur untuk “melanjutkan” dan “mengembangkan” karya ciptaan Allah yang sebenarnya sudah sempurna sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Kejadian 1: 1-31. Pada akhir kisah pencipaan ditulis demikian: “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.” (Kej 1: 31) Agar apa yang sungguh amat baik ini, tetap sungguh amat baik, manusia yang memanfaatkan ciptaan tersebut diajak untuk berkreasi sesuai dengan kehendak Allah.
Untuk dapat berkreasi sesuai dengan kehendak Allah, kita perlu sehati dan sepikir dengan Allah. Tak jarang kita hanya memilikirkan apa yang kita pikirkan, bukan apa yang dipikirkan Allah. Itulah yang kiranya disampaikan Yesus dengan keras saat menegur Petrus yang tidak sejalan dengan pikiran Yesus. “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Mat 16: 23) Ketidak-samaan dalam pikiran dengan Allah bisa terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam hal berkreasi.
Saat kita tidak berkreasi; pasif berdiam diri dan tidak kreatif, kita tidak sepikiran dengan Allah yang kreatif; mencipta bahkan terus menciptakan. Lebih dari karya penciptaan, Allah melakukan karya penebusan karena hidup dan ciptaan dirusak manusia dengan melakukan perbuatan melawan Allah (berdosa). Yesus menggambarkan Allah sebagai Bapa yang selalu bekerja maka Yesus pun selalu berkarya, yaitu berkeliling berbuat baik melakukan karya penebusan; penyembuhan dan pengampunan dosa. Karya penebusan Yesus tidak mengenal hari libur sekalipun ada Sabat yang sesungguhnya diperuntukan bagi kesejahteraan manusia. Orang Yahudi, mempermasalahkan Yesus yang berbuat baik pada hari Sabat. Untuk itulah Yesus menyampaikan bagaimana Allah terus bekerja juga setelah penciptaan dunia selesai. “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.” (Yoh 5: 17) Untuk berbuat baik, berkreasi dan berkarya kreatif tidak mengenal hari libur.
Agar kreasi kita sesuai dengan kehendak Allah, kita harus mendengarkan Allah. Dalam Surat Apostolik Patris Corde, Bapa Suci Paus Fransiskus menulis bagaimana Santo Yusuf taat kepada Allah dengan mendengarkan apa yang disampaikan Allah dalam mimpi. Dikisahkan ada empat mimpi yang dialami St. Yusup. Pertama, saat Yusuf bimbang mendengarkan kabar bahwa Maria mengandung. “Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya” (Mat 1:24). Kedua, saat terjadi pembunuhan anak-anak, Yusuf diminta pergi membawa bayi dan Ibunya. “Maka Yusup pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati” (Mat 2:14-15). Ketiga, saat Yusup harus membawa Maria dan Yesuf kembali ke tanah air. “Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya dan pergi ke tanah Israel” (Mat 2:21). Keempat, saat Yusup diminta untuk tidak ke wilayah Yudea, tetapi Galilea. “Karena dinasihati dalam mimpi, pergilah Yusuf ke daerah Galilea... di sana iapun tinggal di sebuah kota yang bernama Nazaret” (Mat 2:23-23). Yang menarik dari keempat mimpi tersebut adalah, Yesup mendengarkan Allah yang berbicara dalam mimpi dan segera melakukan apa yang diperintahkan Allah.
Ketaatan kepada Allah ini muncul karena Yusup memiliki passion, yaitu gairah cinta berkobar-kobar untuk melaksanakan apa yang dikehendaki Allah. Gairah cinta ini membuat Yusuf memiliki keberanian kreatif, yaitu terobosan berani untuk mencari kemungkinan-kemungkinan agar kehendak Allah terlaksalah sekalipun menghadapi berbagai rintangan. “Terkadang justru kesulitan menumbuhkan sumber-sumber daya dari dalam diri kita yang tidak pernah kita pikirkan bahwa kita memilikinya.…. Bila kadang Allah tampaknya tidak menolong kita, ini tidak berarti bahwa Dia telah meninggalkan kita, tetapi bahwa Dia mempercayai kita, akan apa yang bisa kita rancang, ciptakan dan temukan.” (Patris Corde 5) Saat tidak menemukan kamar untuk melahirkan, Yusup tidak berkeluh-kesah, tetapi secara kreatif mencari kadang binatang dan membuatnya menjadi tempat yang layak bagi kelahiran Putera Allah.
Untuk menunjukkan keberanian kreatif Yusup, Sri Paus Fransiskus juga menulis bahwa “Injil tidak memberitahu berapa lamanya Maria, Yusuf dan Anak tinggal di Mesir. Namun, tentu saja mereka harus makan, menemukan sebuah rumah, sebuah pekerjaan.… Keluarga Kudus harus menghadapi masalah konkret seperti halnya keluarga-keluarga lainnya, seperti banyak saudara migran kita yang bahkan saat ini mempertaruhkan hidup mereka yang dipaksa oleh situasi kemalangan dan kelaparan.” Kita bisa membayangkan bahwa Yusuf bekerja dengan kreatif untuk menghidupi Keluarga Kudusnya secara layak di tanah asing.
Marilah kita belajar dari Yusup yang memiliki passion for God, gairah cinta akan Allah dan ketaatan akan Allah yang melahirkan passion for work, gairah cinta untuk berani berkarya secara kreatif untuk melaksanakan kehendak Allah. Yusup adalah seorang pribadi yang memiliki keberanian kreatif untuk berkarya bersama Allah. Agar sungguh menjadi pelaku ekonomi kreatif yang berhasil kita harus berani berkarya bersama Allah dengan mengembangkan passion for God dan passion for work sebagaimana telah dihidupi oleh Santo Yusup. Kita bekerja kreatif bukan karena “bakat kubutuh”, tetapi karena passion for God dan passion for work.
Ut diligatis invicem,
Antonius Subianto Bunjamin, OSC