Memantik Asa di Tengah Pandemi

Tim Fokus Pastoral Keuskupan Bandung menyelenggarakan sharing pengalaman dari rekan-rekan Tim Pastoral Care Keuskupan Bandung dalam membantu sesama menghadapi pandemi Covid-19. Hadir sebagai narasumber, R.D. Agustinus Darwanto, selaku ketua Tim Pastoral Care. Sharing diadakan pada tanggal 23 Mei 2020 menggunakan aplikasi Zoom dan kanal Youtube Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Bandung.

Selain untuk berbagi pengalaman, acara ini juga ditujukan sebagai sarana untuk saling meneguhkan dan berbagi inspirasi (do and don’t untuk keamanan dalam beraktivitas), serta peluang orang muda untuk berbuat sesuatu di masa pandemi.

Acara dimulai dengan doa dan pengantar dari R.D. F.X. Wahyu Tri Wibowo, selaku Ketua Tim Fokus Pastoral Keuskupan Bandung. Romo Wahyu mengajak untuk bergerak bersama-sama, baik bersama umat maupun masyarakat umum, dalam mengatasi dampak dari pandemi ini. Gerakan Pastoral Care juga dirasakan menjadi inspirasi untuk terus berbela rasa.

Dalam sharingnya, Romo Darwanto memberikan gambaran tentang proses pembentukan tim, berbagai kegiatan yang telah dilakukan, yang diantaranya menyalurkan bantuan dari umat dan Keuskupan bagi paroki-paroki dan warga terdampak pandemi. Pada mulanya, perhatian tim fokus pada fasilitas kesehatan yang belum bisa mendapatkan alat kesehatan yang memadai. “Karena saat itu pengadaan alat sangat sulit dan mahal”, ujar Romo Darwanto. Hal ini juga dilatarbelakangi karena fasilitas kesehatan tersebut bukan rumah sakit rujukan sehingga acapkali tidak mendapat bantuan.

Tim fokus juga dengan ketahanan pangan. Tim mengupayakan supaya pasar tetap hidup. Strategi yang dilakukan adalah tidak membeli beras di distributor, tapi langsung ke sentra pertanian. Memang ada perbedaan harga yang sedikit lebih mahal, tapi ada pertimbangan dengan membeli langsung dari petani, ini membantu petani yang kesulitan menjual beras. Dengan metode ini, penerima manfaat langsung makin luas, karena tidak hanya petani, tapi juga para penggiling tetap dapat manfaat.

Selain itu, ada juga upaya pembentukan kelompok tani di paroki untuk mewujudkan ketahanan pangan. Ada juga paroki yang menyediakan peti mati untuk para korban, yang terkadang tidak terpikirkan oleh Pemerintah. Ini menunjukkan apa yang diberikan Gereja Katolik tepat dan bermanfaat.

Banyak tantangan yang dihadapi tim di lapangan. Terkait dengan keterlibatan, memang serba salah. Banyak orang salah, sedikit orang kerepotan. Hal ini karena protokol pemerintah yang membatasi kerumunan. Selain itu, terkadang kita lupa dengan pentingnya jaringan. Acap kali kita cuek dengan protokol yang diserukan Pemerintah, ini menjadi persoalan.

Romo Darwanto juga mengajak untuk tetap bertindak sesuai protokol, untuk mengurangi potensi penyebaran. Tidak lupa juga kita mesti saling mendukung dan menguatkan, menyebarkan semangat positif dan saling merangkul. Terlibat di lingkar terdekat dan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk saling membantu juga menjadi langkah penting dalam penanganan dampak pandemi ini.

Dalam paparan penutupnya, Romo Darwanto memberikan sedikit informasi terkait perilaku hidup, kita bisa mengisi assessment di http://inarisk.bnpb.go.id/. Setelah ada penilaian, nantinya akan diinformasikan apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan berdasarkan hasil penilaian tersebut.