Misionaris: Perutusan Setiap Orang yang Dibaptis


Sewaktu bersama dengan para murid-Nya, Yesus menanamkan semangat misioner dengan mengutus mereka untuk melaksanakan apa yang kelak akan menjadi tugas mereka. “Ia memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat, dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat, rotipun jangan, bekalpun jangan, uang dalam ikat pinggangpun jangan, boleh memakai alas kaki, tetapi jangan memakai dua baju.” (Mrk 6: 7-9) Demikianlah pula sesudah kebangkitanNya, Yesus mengutus para murid-Nya: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mrk 16: 15-16) Perutusan ini tidak mudah; memberi tantangan kepada para muridnya. “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (Mat 10: 16) Itulah beberapa pesan misioner Yesus kepada para murid-Nya yang juga dititipkan kepada kita.

Perutusan sebagai panggilan misioner setiap murid Yesus ini ditegaskan dalam Surat Apostolik Sri Paus Benediktus XV Maximum Illud (MI, tahun 1919) yang kiranya menjadi dokumen resmi pertama Gereja Katolik tentang misi. Di sana ditegaskan bahwa tugas maha agung dan indah yang diberikan oleh Yesus sebelum Ia naik ke Surga “Pada saat Tuhan kita Yesus Kristus kembali kepada Bapa-Nya, Ia mempercayakan tugas yang amat agung dan suci kepada para murid-Nya. Ia bersabda: 'Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.'” (MI 1). Tugas perutusan ini disambut dan dilaksanakan oleh para rasul serta diteruskan dan dikiembangkan oleh Gereja, khususnya para misionaris hingga “tidak ada satu pun pulau, betapa pun terisiolasinya, yang belum pernah tersentuh oleh kegigihan karya para misionaris kita.” (MI 2) Surat apostolik ini mengingatkan kita bahwa tugas misioner adalah tugas setiap orang yang percaya kepada Kristus, yaitu semua orang yang dibaptis; bukan semata tugas para misionaris. “Semoga surat ini menyemangati Anda, para imam Anda dan umat yang dipercayakan kepada Anda, serta menunjukkan cara bagaimana Anda bisa berperan penting bagi tanggung jawab yang sangat berat ini.” (MI 7). Itulah juga yang ditulis dokumen Konsili Vatikan II dalam Dekrit tentang kegiatan misioner Gereja Ad Gentes (AD). “Seluruh Gereja bersifat misioner, dan karya mewartakan Injil merupakan tugas Umat Allah yang mendasar.” (AG 35). “Pada hakikatnya Gereja peziarah bersifat misioner, sebab berasal dari perutusan Putera dan perutusan Roh Kudus menurut rencana Allah Bapa.” (AD 2)

Pada Surat Peringatan 100 Tahun Surat Apostolik Maximum Illud tentang Kegiatan Penyebaran Misi di Dunia, Sri Paus Fransiskus (tahun 2019) menegaskan kembali hakikat tugas mewartakan Injil sebagai tugas pertama Gereja yang harus senantiasa diperbaharui. “Mematuhi perintah Tuhan ini bagi Gereja bukanlah suatu opsi, melainkan 'tugas tak terelakkan'-nya, sebagaimana diingatkan oleh Konsili Vatikan II, karena Gereja 'pada hakikatnya bersifat misioner.' 'Mewartakan Injil sesungguhnya merupakan rahmat dan panggilan yang khas bagi Gereja, merupakan identitasnya yang terdalam. Gereja ada untuk mewartakan Injil.” Di situlah tampak jelas bahwa tugas misioner adalah perutusan setiap orang yang dibaptis sebagai konsekuensi dari rahmat baptisan.

Secara lebih total, iman dan komitmen misioner ini diwujudkan oleh para rohaniwan, biarawan, dan biarawati. Lebih tampak lagi, tugas misioner ini dihidupi oleh para misionaris yang meninggalkan tanah airnya untuk mewartakan Injil dengan tujuan keselamatan jiwa-jiwa. Mereka secara total meninggalkan keluarga, sahabat dan kerabat, serta tanah air untuk memenuhi perutusan Gereja mewartakan Injil ke segala penjuru dunia. Mereka pergi dengan sukacita tanpa berpikir kapan bisa kembali kepada keluarga dan ke tanah airnya. Di balik komitmen para misionaris ini ada iman kepada Allah bahwa ke manapun dan kapanpun Allah mengutus, mereka akan pergi. Iman yang diwujudkan dalam komitmen misioner tersebut tampak dalam penyerahan seluruh hati, budi, materi, danenergi untuk kepentingan pewartaan Injil. Kalau hati dan budinya diberikan untuk tugas misioner, energi dan materinya pun akandipersembahkan untuk kepentingan perutusan. Itulah yang teladan mulia yang dapat kita saksikan dari kehidupan para misionaris asing yang berkarya di Indonesia: meninggalkan keluarga dan tanah air serta menjadi warga negara Indonesia dan memberikan warisan material dari keluarganya untuk kepentingan dan perkembangan misi. Mereka tak pernah berpikir kapan tugas misionernya selesai dan kembali ke tanah airnya. Mereka menjadi bagian utuh Gereja Indonesia. Makam para misionaris yang berasal Eropa yang ditemukan di berbagai wilayah Indonesia kiranya menjadi saksi iman akan komitmen misioner para misionaris.

Saat para misionaris asing tak datang lagi karena situasi dan kondisi Gereja Eropa, kini ada panggilan dari para rohaniwan, biarawan, dan biarawati Indonesia untuk menjadi misionaris domistik, yaitu di wilayah Indonesia sendiri dengan meninggalkan daerah dan keuskupan asalnya serta menjadi bagian dari daerah dan keuskupan tempat berkarya. Kebanyakan dari mereka ditugaskan untuk periode tertentu. Ada juga yang berkarya di tempat baru tersebut (umumnya di luar pulau Jawa) untuk selamanya.

Sebetulnya tugas misioner itu tidak ditentukan oleh tempat. Di mana pun, entahdi Indonesia atau di manca negara, seorang murid Kristus bisa melakukan tugas misioner, yaitu mewartakan Injil untuk keselamatan jiwa-jiwa melalui berbagai kegiatan pastoral dan sakramental. Dalam arti tersebut kapan pun dan di mana pun kita, semua orang Kristen karena rahmat baptisan, diutus sebagai misionaris dan dapat menjadi misionaris yang totalitasnya dicontohkan para rohaniwan, biarawan, dan biarawati misionaris.

Seorang misionaris sejati tak pernah menghitung waktu: kapan ia selesai bertugas atau berkarya di tempat tertentu. Hidupnya telah dipersembahkan kepada Allah melalui Gereja. Sekali diutus kemana pun oleh atasan, ia akan pergi tanpa bertanya sampai berapa lama ia akan berada di tempat misi. Itulah jiwa misioner sejati. Yang penting adalah mencurahkan hati dan budi kepada umat di mana ia diutus hingga ia pun mengerahkan seluruh energi dan mempersembahkan seluruh materinya untuk umat yang dipercayakan dalam tugas perutusannya.***

Ut diligatis invicem,

+ Antonius Subianto B OSC