Gerakan Credit Union (CU) yang saya pahami adalah koperasi keuangan khususnya
simpan pinjam yang dikelola bersama dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota yang tidak
mencari keuntungan. Kehadiran CU sangat dibutuhkan dengan tujuan melayani anggota dalam
mengupayakan kesejahteraannya. Kesejahteraan anggota diwujudkan melalui pemberdayaan
anggotanya. Dalam mengupayakan kesejahteraan anggota dikondisikan dalam satu ikatan
pemersatu tertentu entah wilayah domisli maupun profesi. Dengan demikian CU akan menjadi
sehat ketika memiliki basis di tempat tertentu dan anggota tertentu yang saling mengenal
sehingga kekuatannya terletak pada keterikatan anggota satu sama lain bukan sekedar
kekuatan modal.
Credit Union sebagai sarana pemberdayaan ekonomi umat
Sebagai sebuah refleksi dan dalam konteks pemberdayaan ekonomi umat gerakan CU
dapat menjadi mitra Gereja khususnya PSE dalam pendampingan dan pemberdayaan ekonomi.
Salah satu tugas CU adalah mensejahterakan anggotanya dan menciptakan anggota untuk
selalu produktif. Dengan anggota yang produktif maka fungsi dan peran CU semakin
berkembang dan juga akan mengembangkan aset. Dengan demikian fungsi CU
mensejahterakan anggotanya semakin nyata.
Salah satu kisah yang boleh saya sharingkan di sini antara lain bahwa CU harus
mensejahterakan terletak pada perannya dalam pendampingan dan pendidikan anggotanya.
Juga dalam pendidikan dan pendampingan dari usaha mereka yang sudah dimulai, misalnya
ada anggota CU yang pada awal usahanya membuat bengkel sepeda motor. Tim CU
mendatangi usaha anggota tersebut dan mengajak ngobral bagaimana kalau bengkelnya
dikembangkan dengan menyediakan kompresor sekaligus untuk tambal ban dan juga
menyediakan sejumlah oli untuk dipasarkan di bengkelnya. Sehingga orang datang tidak
sekedar hanya memperbaiki rem, memperbaiki lampu namun juga bisa untuk ganti oli dan
sebagainya.
Dengan menurunkan tim CU ke anggota-anggotanya dan melihat kondisi lapangan
khususnya situasi anggota dan usahanya maka CU akan mampu memberikan wawasan demi
perkembangan usaha anggotanya. Di sinilah kolaborasi antara CU dengan pemberdayaan yang
dilakukan Gereja bisa diusahalan agar semakin berhasil khususnya dalam hal pengelolaan dan
monitoringnya. Kita harus jujur bahwa usaha-usaha produktif yang selama ini didanai oleh
gereja lewat PSE banyak yang gagal. Salah satu kegagalannya karena PSE tidak mampu
mendampingi secara berkelanjutan.
Suatu ketika ada beberapa umat yang mengakses dana ke PSE dan dilihat memang
berpotensi untuk dikembangkan. Mengingat bahwa mereka memang dalam situasi tidak
memungkinkan menjadi anggota CU maka PSE mengkondisikan bagaimana mereka menjadi
anggota CU dengan memanfaatkan dana bantuan PSE. Memang bantuannya tidak bisa segera
karena harus berproses melalui CU. Tanpa mengganggu proses dan manajemen CU tim APP
setelah berbicara dengan kelompok umat yang mengajukan dana bantuan ini mendaftarkan
mereka ke CU dengan simpanan wajib, simpanan sukarela dan hal-hal lain disesuaikan dengan
jumlah dana keputusan panita APP. Pasti proses itu tidak satu dua hari tetapi tiga bulan
berjalan. Setelah tiga bulan maka anggota-anggota yang disuport PSE ini berproses bersama
CU yang menjadi mitra PSE untuk usaha dan memberdayakan mereka. Pola ini lebih bisa
dipertanggungjawabkan baik dalam hal jenis usaha, manajemen keuangannya maupun
monitoringnya. Meminjam melalui CU pasti ada pertanggungjawaban tegas untuk mengangsur
dan sebagainya. Coba kita cek berapa kegagalan pemberdayaan (usaha bergulir) yang
dilakukan oleh PSE baik paroki maupun keuskupan?
Sebuah pastoral keuangan alternative?
Pasti tidak mungkin kita akan memaksakan CU dengan segala hukum dan tata
kelolanya untuk melaksanakan program APP yang kerapkali karitatif. Namun ketika kita
berbicara soal pemberdayaan, usaha produktif, UMKM pasti kita membutuhkan pihak-pihak
yang bisa mengelola dengan bijaksana dan professional. CU sebagai lembaga keuangan
pemberdayaan untuk anggotanya saya kira pasti memiliki kemampuan untuk hal ini. Apa
salahnya ketika kita menggunakan cara-cara CU dalam memberdayakan atau pun usaha
produktif umat lewat PSE.
Pastoral sosial yang dikembangkan paroki atau Gereja Katolik adalah sebuah
tanggungjawab Gereja untuk menghadirkan Kerajaan Allah bagi mereka yang miskin, kecil,
tersingkirkan dan difabel. Namun cara Gereja dalam mengembangkan pastoral itu juga harus
bersifat mendidik dan memberdayakan sehingga mereka berhasil dan mampu
bertanggungjawab dengan sehat. Pastoral juga membutuhkan sarana manajemen yang baik
tidak sekedar hanya dengan hati. Memadukan hati yang berbelaskasih dan menumbuhkan rasa
tanggungjawab yang baik membutuhkan sarana yang sesuai dan bisa dipertanggungjawabkan
dengan baik juga.
Pengalaman berkarya bersama PSE selama ini khususnya ketika menangani masalah
usaha produktif, pemberdayaan ekonomi umat tidak semudah karya PSE yang bersifat karitatif:
ayo sekolah, bantuan sembako bulanan atau bantuan bedah rumah dan kontrak rumah.
Pemberdayaan ekonomi dan usaha produktif terlebih dana bergulir membutuhkan
pendampingan yang berkelanjutan. Di sinilah CU yang mau bekerjasama dengan PSE bisa kita
jadikan mitra pemberdayaan umat.
Di CU ada beberapa umat yang perlu dibantu dalam usaha produktif. Tugas utama CU
terhadap anggotanya adalah mensejahterakan mereka dan mengupayakan anggota untuk
produktif bukan konsumtif. Minta tolong umat yang mengakses dana dari APP untuk berusaha
ini dibantu. Sumber dana dari APP namun proses usaha dan pengelolaannya melalu CU. Tentu
dalam praktek ada proses sebagaimana setiap anggota baru CU dengan segala kewajiban dan
iurannya. Dalam hal ini aneka iuran yang diwajibkan sebelum anggota boleh pinjam didukung
oleh PSE sesuai jumlah yang disetujui untuk program itu. Pasti dalam hal ini ada kesepakatan
tersendiri. Kalau hal ini dimungkinkan bisa sebagai sebuah cara baru berpastoral dalam bidang
keuangan dalam memberdayakan umat di bidang PSE. ***
RP. Aegidius Eko Aldi, O.Carm
Sekertaris Eksekutif Komisi Keadilan dan Pastoral Migran Perantau KWU