Pentingnya Katekese dan Mistagogi Liturgi

 

Perihal keterlibatan umat dalam liturgi disharingkan maknanya oleh Pastor Josaphat Judho Pramono, OSC, Ketua Komisi Liturgi dan Pastor Paroki Bunda Tujuh Kedukaan, Pandu, Keuskupan Bandung. Pastor Fredy, demikian sapaannya, mengawali pembicaraan dengan dinamika kehadiran langsung umat dalam perayaan ekaristi. Ia melihat bahwa kehadiran umat di gereja juga merupakan faktor keterlibatan/partisipasi. Menurutnya, khusus di Paroki Pandu sebelum pandemi umat yang hadir kurang dari seribu, bahkan kurang dari 600 orang. Pada masa pandemi, karena adanya pembatasan, umat yang hadir pun menjadi terbatas. Sejak tidak adanya pembatasan (2022) atau pasca pandemi ini, kehadiran umat menjadi lebih dari 1000 orang. Faktanya di gereja Pandu kehadiran umat pun berangsur-angsur pulih menuju kembali pada situasi normal. Berikut sharing Pastor Fredy selanjutnya terkait keterlibatan umat dalam liturgi.


Setelah pandemi ini apakah meningkatnya kehadiran umat karena adanya faktor tertentu ?

Bagi saya, ketika umat yang enggan atau sulit hadir misa secara langsung di gereja itu karena penghayatan umat yang berbeda. Saat pandemi, banyak umat merasa nyaman misa daring, bahkan hingga saat sekarang pun masih tetap misa daring. Di sisi lain, ada umat lanjut usia (lansia) yang menangis saat misa kembali dibuka secara terbatas. Mereka rindu untuk hadir secara langsung dalam Misa. Hal ini terkait dengan pengajaran iman (katakese). Katakese ini penting untuk semua lapisan usia: anak-anak, remaja, orang muda Katolik dan dewasa muda. Para lansia telah menghidupi Misa atau ibadat. Bagi saya, ibadat itu bagian dari kesaksian iman. Sharing pengalaman mereka merupakan sebuah kesaksian iman. Ketika seseorang menjawab sudah cukup iman daring, di situlah kadar berimannya. Bisa jadi, bagi umat yang sering misa daring itu, hanya ikut-ikutan misa. Mereka tidak mengerti apa yang dijalankan dan dihayati dalam Misa. Sedangkan untuk orang-orang yang hadir ke gereja secara langsung pun masih dapat dikategorisasikan lagi dalam beberapa lapisan. Sebagai contoh di gereja Pandu, bagi umat yang hadir di dalam gereja baris pertama hingga kelima dinilai 80, sedangkan yang duduk di sudut-sudut gereja, nilainya semakin menurun. Apalagi yang ada di luar gereja (di tenda dan parkir pastoran) nilainya pun semakin menurun. Dalam beberapa kesempatan saat ditanyakan mengapa memilih di luar, kebanyakan dari mereka menjawab di dalam sudah penuh. Padahal dalam kenyataannya masih ada beberapa tempat duduk yang tersedia di dalam gereja.


Apa saja usaha yang sudah dilakukan Gereja agar umat semakin terlibat menghayati Misa ?

Bahan katakesenya adalah Sacrosanctum Consilium (SC), sebuah dokumen konstitusi dogmatik hasil Konsili Vatikan II, tentang liturgi / peribadatan. Pembahasan materi dokumen ini perlu disampaikan dalam beragam kalangan usia, agar pesan yang disampaikan sungguh mengena bagi umat. Orang Katolik mengalami mistagogi seumur hidup. Arti mistagogi adalah menuntun kepada misteri yang dirayakan. Penghayatan iman setiap pribadi itu cukup beragam. Mengutip SC 19, tentang Pembinaan liturgis kaum beriman, Hendaklah para gembala jiwa dengan tekun dan sabar mengusahakan pembinaan Liturgi kaum beriman serta keikutsertaan mereka secara aktif, baik lahir maupun batin, sesuai dengan umur, situasi, corak hidup dan taraf perkembangan religius mereka. Dengan demikian mereka menunaikan salah satu tugas utama pembagi misteri-misteri Allah yang setia. Dalam hal ini hendaklah mereka membimbing kawanan mereka bukan saja dengan kata-kata, melainkan juga dengan teladan.


Mengapa Misa harus dipersiapkan dengan baik ?

Liturgi merupakan peristiwa suci, bukan profan. Allah yang menyelenggarakan Misa. Untuk itu, perlu juga persiapan bagi para pastor dalam mempersiapkan homili. Hal ini sesuai anjuran Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium, hendaknya para pastor berhomili tidak lebih dari 10 menit. Homili yang bagus pun akan kalah karena perubahan Tubuh dan Darah Kristus. Selain itu, perlu juga pembekalan yang memadai bagi para petugas liturgi. Pada prinsipnya, persiapan yang dilakukan bukan karena para petugas itu ingin tampil, melainkan Allah yang semakin dimuliakan. Para lektor bertugas membacakan Kitab Suci dengan baik, demikian pula pastor dan diakon. Tata gerak yang sudah diatur dapat dihayati semakin baik. Pada prinsipnya semua petugas dan umat dalam keadaan sehat saat merayakan Misa, terutama keterlibatan orang muda. Sebagai contoh saat menghormat Tabernakel, hendaknya bukan hanya membungkuk, melainkan berlutut dan membungkuk sebagai pernyataan hormat kepada Sakramen Mahakudus. Saat umat merayakan Misa, umat hendaknya terlibat dalam kepenuhan dari awal hingga akhir. Keterlibatan secara penuh melalui inderawi (mendengar dan melihat) serta keterlibatan batin sesuai kaidah liturgi. Untuk itu, perlu penjelasan yang memadai dalam bentuk katakese liturgi yang perlu disampaikan dalam beberapa kali pertemuan agar semakin mengenali, memahami dan mengerti tentang liturgi. Liturgi erat kaitannya dengan simbol, namun perlu dihayati bukan pada simbolnya saja. Kehadiran Yesus dapat dihayati dalam diri pastor dan dua rupa: Tubuh dan Darah Kristus. Untuk itu, saat menghormati Tubuh dan Darah Kristus, hendaknya umat memandang, bila ada yang berbeda, berarti permasalahannya pada katekese. Jika kita tidak melihat dalam dua rupa itu, berarti kita menjadi Thomas yang tidak memandang kehadiran Kristus. Pada saat konsekrasi, kita pun dapat berdoa secara Alkitabiah: “Ya Tuhanku dan Allahku.” (ungkapan Thomas saat melihat kehadiran Yesus). Saat konsekrasi, memang harus melihat, jangan berpikir tidak layak karena saya berasal dari suku tertentu.


Hal apa saja yang perlu dihayati umat agar semakin terlibat dalam Misa?

Pada dasarnya, liturgi adalah merayakan iman secara komunal, bukan dibuat untuk sendiri. Yesus merayakan perjamuan terakhir bersama para murid-Nya. Yesus menyelamatkan menggunakan dua cara, secara sakramental pada perjamuan malam terakhir dan Jumat Agung sampai ke kebangkitan-Nya. Secara ritual, dalam Perjamuan Malam Terakhir, secara ringkas Yesus bersabda: Makanlah dan Minumlah. Peristiwa keselamatan sudah terjadi secara sakramental. Selanjutnya, peristiwa kebangkitan terjadi karena adanya saksi langsung yang melihat dan tercatat dalam sejarah. Perayaan ini dilaksanakan berulang-ulang karena karena saat dirayakan Tuhan datang.

Misa merupakan peristiwa suci. Untuk itu, kita perlu memperhatikan hal berikut ini:

Primer, Imam atau pastor. Tanpa pastor, misa tidak terlaksana sebagai perayaan bersama. Imam adalah pribadi yang mewakili Kristus (In Persona Christi) dalam Misa.

Sekunder, petugas misa yang perlu dipersiapkan dengan baik untuk memperlancar misa. Perlu pelatihan yang memadai bagi semua petugas: misdinar, lektor, pemazmur, paduan suara, asisten imam, tata laksana.

Tersier, perlengkapan pendukung misa, misalnya: pakaian petugas tata laksana, organ (yang diutamakan adalah suara manusia), serta perlengkapan pendukung lainnya.

Ritus-ritus dalam Misa merupakan perjalanan pengalaman para Bapa Gereja yang telah diimani dan dirayakan. Pada zaman Gereja Perdana (Kis 2:41-47), Misa dirayakan lebih sederhana dibandingkan sekarang ini. Selanjutnya, liturgi semakin berkembang. Dalam misa ada dua meja, Meja Sabda (Liturgi Sabda) dan Meja Kurban (Liturgi Misa). Dalam penghayatan ini, kita perlu mengimani perubahan Tubuh dan Darah Kristus itu. Jika sudah terjadi blocking, maka ada jalur Tuhan Allah (melalui mimpi atau menabrak tembok dulu, lalu berdoa mohon kesembuhan). Dokumen SC menjadi jawaban sebagai sarana untuk semakin mencintai Misa. Dokumen itu buah refleksi pengalaman di masa lalu. Di beberapa tempat, banyak mukjizat Misa terjadi, misalnya hosti menjadi daging saat konsekrasi.

Partisipasi itu penting, salah satunya dengan membuka lagu-lagu yang akan dinyanyikan. Dengan membuka Puji Syukur, kita turut terlibat untuk ikut bernyanyi. Bagi saya, bernyanyi itu berdoa dua kali, tetapi kalau salah bernyanyi, berdosa empat kali. Bukan hanya menyenangkan diri saya, melainkan Yesus yang utama. Liturgi itu merupakan ekspresi iman, itte missa est yang berarti pergilah berbuat baik.


Bagaimana memaknai kehadiran Yesus Kristus dalam Misa?

Teorinya : presensi Kristus itu, ada dalam materi, dari hosti yang terbuat dari tepung dan anggur misa. Kristus itu akan hilang saat materinya hancur. Hal itu terjadi dengan sendirinya. Begitu anggur tumpah ke tanah, rusak dengan sendirinya. Untuk itu, diusahakan jangan sampai menetes. Kalau terbuang, menjadi hal yang tidak serius. Saya pernah bertanya ke anak IPA, bahwa di lambung manusia sifatnya selalu asam, agar semua makanan apapun bisa hancur. Tepung (hosti) itu tipis, masuk ke dalam tenggorokan lalu ke lambung. Di lambung pun butuh waktu sekitar 10-15 menit agar terurai dan hancur. Yesus (dalam rupa hosti) masih ada di dalam tubuhmu! Untuk itu, sehabis komuni, hendaknya kita tidak mengobrol sana sini, melainkan berdoa. Bahkan, setelah berkat dan menuju parkiran pun, Yesus masih ada di dalam diri kita! Untuk itu tidak membuat keributan juga di parkiran. Kalau anggur akan lebih cepat larut dalam tubuh, dibandingkan hosti yang keras. Hendaknya kita tidak mengkritik lagu-lagu komuni, agar penerimaan atas hosti dan anggur tidak menjadi sia-sia. Demikian pula bagi anak-anak yang menerima komuni pertama. Mereka perlu mendapatkan tuntunan tertulis pada teks misa komper agar mereka mendaraskan doa setelah mendapatkan komuni, agar mereka semakin terbiasa untuk melakukan hal serupa sesudah menerima komuni, bukan mengobrol dengan teman-teman di kiri atau kanan.


Apakah memungkinkan untuk improvisasi dalam Misa?

Berkaitan dengan improvisasi dalam Misa, iman Gereja Katolik memiliki ritus yang telah ditetapkan, karena kita telah beriman yang sama secara universal. Satu dan universal berlaku dimanapun berlaku. Jika ada improvisasi dalam Misa, patut dipertanyakan apakah karena iman pribadi atau komunal ? Jika perayaan Misa terlaksana di kalangan tertentu, maka hal tersebut dapat dimungkinkan. Namun, jika terjadi di kalangan yang lebih umum, maka hal tersebut bukanlah menjadi Misa populi, melainkan privata (satu kelompok tertentu). Perayaan secara pribadi tersebut hendaklah menuju kepada perayaan bersama yang lebih umum / universal.


Apa saja pesan dan Harapan Pastor agar umat semakin terlibat dan menghayati Misa?

Bagi saya, Misa di Pandu menjadi primadona sejak pandemi melandai. Untuk itu, umat yang hadir perlu mendapatkan perhatian dari para petugas yang ramah. Perlengkapan liturgi pun diusahakan dengan membeli barang-barang terbaik. Saya bersama Dewan Pastoral Paraoki sedang merenovasi yang berkaitan dengan ruang kudus dan ruang profan. Hal tersebut sesuai KHK Kan. 222 - § 1. Kaum beriman kristiani terikat kewajiban untuk membantu memenuhi kebutuhan Gereja, agar tersedia baginya yang perlu untuk ibadat ilahi, karya kerasulan dan amal-kasih serta sustentasi yang wajar para pelayan. § 2. Mereka juga terikat kewajiban untuk memajukan keadilan sosial dan juga, mengingat perintah Tuhan, membantu orang-orang miskin dengan penghasilannya sendiri. ***


Edy Suryatno