Persiapan Lahir Batin Berjumpa Tuhan dan Bersua Saudara Seiman


Di depan pintu masuk gereja, terpampang sebuah poster dengan gambar karikatur pria dan wanita untuk menunjukkan apa yang layak dilakukan dan dikenakan dengan pas oleh umat agar pantas masuk ke gedung gereja. Figur orang berpakaian pendek diberi tanda silang yang artinya tak diizinkan masuk gereja. Figur orang berpakaian olah raga diberi tanda silang. Figur orang berpakaian rapih diberi tanda boleh. Melihat poster tersebut, saya tersenyum. Saya pikir bahwa poster itu bagus untuk mengajak umat berpakaian layak saat mengikuti Ekaristi. Namun, di balik itu, saya prihatin mengapa sampai dipasang poster tersebut. Seharusnya kita sudah tahu semua apa yang pantas dipakai untuk mengikuti perayaan Ekaristi, tetapi rupanya banyak kasus orang yang masuk ke gereja untuk Ekaristi dengan pakaian yang menjadi bahan pergunjingan umat lain; bisa menjadi batu sandungan bagi banyak orang.

Di balik fenomena poster berpakaian tata sopan satun dalam berpakaian dan berlaku bagi umat yang masuk gereja mengajak kita untuk merenungkan apakah makna perayaan Ekaristi bagi kita. Makna ini akan memengaruhi bahkan menentukan tata laku dan tata wicara kita saat berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi. Kalau hendak berpartisipasi dalam suatu acara, kita pun berusaha menyesuaikan cara berpakaian kita dengan acara tersebut. Kalau ada acara olah-raga bersama, tentu kita berpakaian sport. Kalau ada acara membersihkan gereja bersama, pasti kita berpakaian kerja. Kalau ada acara pernikahan, kita pun akan menggunakan pakaian pesta. Selain makna acaranya, kita juga mempertimbangkan dengan siapa kita akan bertemu atau siapa yang mengundang. Bayangkanlah apa yang kita lakukan untuk hadir dalam undangan yang tuan rumahnya lurah dan apa yang kita jalankan kalau pengundangnya adalah presiden. Tentu ada bedanya.

Apakah makna perayaan Ekaristi bagi kita? Apakah hakikat misa kudus untuk umat Katolik? Siapa yang akan kita jumpai dalam perayaan Ekaristi? Siapa yang mengundangnya? Kalau deretan pertanyaan tersebut di atas dijawab dengan baik dan benar pasti kita pun akan membuat persiapan lahir dan batin dengan layak dan pantas. 

Perayaan Ekaristi adalah sumber dan puncak iman kita, di mana korban Yesus, Putera Allah, di atas salib dihadirkan kembali secara real dan sakramental. Pada saat itu kita bertemu dengan Yesus sendiri bahkan kita diperkenankan untuk menyentuh tubuhNya yang mahakudus dan menyantapNya. Kita dianugerahi privilese untuk secara fisik menyentuh Tuhan sendiri. Hal ini mengingatkan kita akan iman seorang wanita yang menderita sakit pendarahan selama 12 tahun: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” (Mat 9: 21) Wanita itu mencari dan mendekati Yesus karena ingin menyentuhNya agar ia sembuh. Kata Yesus: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” (Mat 9: 22) Maka, wanita itu pun sembuh. Kalau iman seperti ini pun kita hayati: “Asal kusentuh (kuterima, kupegang) saja bukan hanya jumbai jubahNya, tetapi tubuhNya, maka aku akan sembuh.” Bukankah dengan begitu, Ekaristi adalah saat istimewa yang dianugerah Allah melalui GerejaNya untuk berjumpa dengan Yesus yang mengundang kita hingga saat sebelum komuni pun kita diingatkan akan ajakan ini. “Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia. Berbahagia kita yang diundang ke perjamuanNya!” Kita yang hendak menyambut tubuhNya pun menjawab: “Ya Tuhan saya tidak pantas Tuhan datang pada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh.!” Itulah ungkapan iman seorang perwira Roma yangmemohon kesembuhan hambanya (bdk Mat 8: 8)

Di samping kita berjumpa dengan Yesus, kita juga bertemu dan bersekutu dengan saudara-saudari seiman yang telah disatukan oleh Tuhan sebagai satu keluarga (komunitas) dan satu tubuh mistik (Gereja) karena iman dan baptisan yang sama. Di sana kita berdoa bersama, bersekutu dengan saudara seiman untuk memenuhi panggilan dan perutusan Yesus sebagai kesaksian bagaimana kita menghidupi semangat Gereja Perdana hingga kita pun disukai semua orang saat terlibat aktif dalam kegiatan mengumat dan memasyarakat serta berbangsa dan bernegara. “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa... Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” (Kis 2: 42, 47)

Kalau kita menyadari makna dan mulianya perayaan Ekaristi, pasti kita akan membuat persiapan lahir dan batin. Persiapan lahir diungkapkan dengan cara menata diri sedemikian rupa hingga kita pantas untuk berjumpa dengan Yesus dan bersekutu dengan saudara sekomunitas. Maka, dress code, yaitu aturan busana Ekaristi adalah pakaian yang pas dan pantas, yaitu busana yang sesuai dengan tuntutan kehikmatan Ekaristi. Dengan begitu, busana yang dikenakan bukan hanya sopan, tetapi juga sepadan dengan suasana liturgi yang dirayakan. Busana yang pas dan pantas bisa jadi sederhana, tetapi bukan berarti sekedar seadanya atau semaunya. Persiapan batin diperlihatkan dengan kegiatan rohani yang mendahuluinya, seperti sikap tobat, doa baik secara verbal maupun hening, dan membaca Kitab Suci atau buku rohani. Ada juga orang yang mempersiapkan perayaan Ekaristi tertentu dengan melakukan pengakuan dosa terlebih dahulu. Yang penting, di sini kita diajak untuk secara lahir dan batin menyediakan waktu khusus untuk misa Kudus. Saat misa kita meninggalkan kekhawatiran kita akan kegiatan dan pekerjaan termasuk menggunakan gawai hingga tak perlu poster dengan figur orang memainkan gawai dan diberi tanda silang. Ini mengingatkan kita akan teguran Yesus pada Marta dan penghargaan Yesus pada Maria yang duduk mendengarkanNya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (Luk 10:41-42)

Marilah kita jadikan perayaan Ekaristi sebagai bagian terbaik yang dianugerahkan Allah pada kita untuk berjumpa dengan Yesus dan bersua dengan saudara-saudari seiman hingga kita mengalami sukacita Injil. Marilah kita mengadakan persiapan lahir dan batin secara pas dan pantas untuk berpartisipasi aktif dalam misa kudus hingga pada saat pulang kita pun siap diutus membawa damai dan sejahtera sebagaimana kita menjawab “Amin!” pada perutusan yang disampaikan imam: “Pergilah, Saudara diutus!”***

Ut diligatis invicem,

+ Antonius Subianto B OSC