PMKRI Sebagai Ormas Katolik

Sejarah Singkat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)

PMKRI secara resmi berdiri pada 25 Mei 1947. Cikal bakal organisasi ini sudah ada jauh sebelumnya yakni saat berdirinya Katholieke Studenten Vereniging (KSV) Sanctus Bellarminus, Batavia (didirikan di Jakarta, 10 November 1928), KSV Sanctus Thomas Aquinas Bandoeng (didirikan di Bandung, 14 Desember 1947), KSV Sanctus Lucas Soerabaja (didirikan di Surabaya, 12 Desember 1948), dan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang didirikan di Yogyakarta 25 Mei 1947. Visi misinya pun bergerak sesuai dengan gerak zaman. Pada awalnya PMKRI memperhatikan kaum marjinal. Pada periode 1960-1967 PMKRI tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang bergerak dalam ranah politik. PMKRI bersama kelompok Cipayung tetap eksis dalam beberapa kegiatan termasuk pada reformasi 1998. Pasca reformasi dan krisis moneter basis gerakan masuk ke basis-basis di kampus. Setiap generasi memiliki ceritanya sendiri. Demikian pula PMKRI yang kini terus menerus terlibat dalam berbagai kegiatan kegerejaan dan kemasyarakatan. Hingga saat ini, PMKRI berkembang menjadi 85 cabang di seluruh Indonesia.

Mahasiswa yang Melayani Gereja dan Masyarakat

Francisco Franklin Putra Kalmansur menuturkan bahwa PMKRI Cabang Bandung Santo Thomas Aquinas merupakan sebuah wadah berhimpunnya para mahasiswa Katolik yang menjalankan visi misi organisasi. Eksistensi para aktivis kemahasiswaan ini melayani Gereja dan masyarakat, seperti semangat para pendiri mereka.

Christiardo S, ketua Umum PMKRI Cabang Bandung Santo Thomas Aquinas menyampaikan peran PMKRI pada masa pandemi Covid-19. Ia mengisahkan bahwa pada tahun 2021, ia dan rekan-rekannya melihat adanya ketidakadilan bagi warga yang telah meninggal terdampak Covid-19. Para warga itu seharusnya mendapatkan fasilitas gratis pemakaman di Cikadut sesuai instruksi dari Kemensos, Pemerintah Daerah Jawa Barat dan Pemerintah Kota Bandung. Namun, pada kenyataannya, mereka harus membayar sejumlah tertentu uang untuk biaya pemakaman para warga terdampak Covid-19. Pada saat itu, terjadi pungutan liar di tempat itu. Keberanian untuk mewartakan ini terhadang oleh beberapa pihak yang meminta agar permasalahan ini tidak dipublikasikan. PMKRI pada saat itu berani untuk mengambil sikap untuk menyuarakan kebenaran.

Christiardo menjelaskan bahwa PMKRI terdiri dari beberapa bidang:

eksternal organisasi. Bidang ini membangun relasi dengan beberapa kampus (Badan Eksekutif Mahasiswa/BEM). Misalnya: mengajak para mahasiswa Katolik aktif di kegiatan BEM Kampus. Ia sedih saat ia mengikuti pertemuan BEM Se-Indonesia yang terdiri dari 173 kampus, peran mahasiswa Katolik tidak terlihat sama sekali. Ia berharap banyak mahasiswa Katolik untuk berperan aktif dalam BEM. Selain itu, keterlibatan di kegiatan kemasyarakatan seperti KPU atau Bawaslu.

eksternal kemasyarakatan. Bidang ini membangun relasi dengan beberapa elemen di kemasyarakatan. Misalnya: bantuan bagi warga terdampak gempa di Cianjur.

eksternal hierarki. Bidang ini membangun relasi dengan Keluarga Mahasiswa Katolik, paroki, dekanat. Misalnya: terlibat dalam Pra Event Indonesian Youth Day 2023, kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh Keuskupan Bandung dan terlibat dalam kegiatan di lingkungan Sukagalih. Keterlibatan di lingkungan ini menjadi perhatian bagi pengurus saat ini, karena kehadiran pada pertemuan lingkungan yang masih dominan para orang tua.


Christiardo berharap PMKRI dapat berperan aktif dalam keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan kemasyarakatan berupa roadmap yang sudah diusulkan Cabang Bandung di Kongres Nasional dan Rapat kerja nasional.

Christiardo bersyukur bahwa dalam setiap pertemuan ormas tingkat keuskupan, PMKRI sungguh terlibat. Ia berharap ada bukti konkret yang dikerjakan. Salah satu perhatian dari PMKRI saat ini tentang isu radikalisme. Ia berharap ada kolaborasi antara mahasiswa dan juga keuskupan. ***


Redaksi Komunikasi