Hati yang Bertobat: Obat Mujarab dan Berkat
Semoga rahmat pintu suci ini meneguhkan kita sebagai peziarah pengharapan untuk terus berjuang mengubah cara berpikir dan gaya hidup agar makin ekologis dan humanis hingga ajakan Paus Fransiskus untuk melakukan pertobatan ekologis terwujud. Buahnya adalah relasi kita dengan Tuhan, sesama, dan semesta pun diperbaharui.
Saudara-Saudari yang terkasih,
Dalam Ensiklik Laudato Si (2015), Paus Fransiskus mengajak kita untuk menyadari situasi bumi yang memprihatinkan karena ulah manusia dan mengundang kita untuk mengadakan gerakan bersama dalam menyelamatkan bumi sebagai rumah kita melalui pertobatan ekologis. “Ketika mengingat teladan Santo Fransiskus dari Asisi, kita menjadi sadar bahwa hubungan yang sehat dengan dunia ciptaan merupakan salah satu dimensi pertobatan manusia yang utuh. Ini berarti pula mengakui kesalahan kita, segala dosa, kejahatan atau kelalaian kita, dan bertobat dengan sepenuh hati, berubah dari dalam lubuk hati.” (LS 218)
Karena, setelah delapan tahun Laudato Si, pertobatan ekologis belum sungguh terwujud, melalui Seruan Apostolik Laudate Deum (2023), Bapa Suci meminta kita lebih memperkuat kesadaran dan gerakan bersama untuk menyelamatkan bumi yang kian memprihatinkan. “Namun, seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa tanggapan kita belumlah memadai, sementara dunia tempat kita hidup sedang menuju keruntuhan dan mungkin mendekati titik puncaknya. Terlepas dari kemungkinan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa dampak perubahan iklim akan semakin merugikan kehidupan banyak orang dan keluarga. Kita akan merasakan dampaknya di bidang layanan kesehatan, lapangan kerja, akses terhadap sumber daya, perumahan, migrasi paksa, dan bidang lainnya.” (LD 2)
Dalam kesadaran bahwa persoalan manusia (krisis humanis) dan masalah lingkungan (krisis ekologis) berkaitan erat, kita memasuki masa Prapaskah pada Rabu Abu, 5 Maret 2025. Pada saat itu, dahi kita akan diberi tanda salib abu sebagai ungkapan hati yang bertobat agar hidup kita menjadi obat mujarab bagi penyakit ekologis dan menjadi berkat untuk mengatasi persoalan humanis. Dengan tema Aksi Puasa Pembangunan 2025 “Pertobatan Ekologis: Peziarah Pengharapan di Tahun Yobel 2025”, kita bertekad untuk menjadi obat dan berkat melalui perubahan pola pikir, gaya hidup, semangat beribadat, dan cara berpastoral yang makin mewujudkan pertobatan ekologis.
Dalam Injil hari ini (Luk 6: 39-45), bagi Yesus, akar dari segala kebaikan dan keburukan adalah hati. "Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya." (Luk 6: 45) Yesus memberi contoh tentang pohon yang dikenal dari buahnya. Pohon yang baik menghasilkan buah baik. Sebaliknya, pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.
Yesus mengingatkan ada orang yang ingin memperbaiki sesuatu, tetapi tidak dimulai dari hatinya yang bertobat. Pertama, Yesus mengingatkan kita untuk tidak "sok pintar" dan "sok benar". Orang sok pintar bertindak seakan-akan tahu jalan Tuhan padahal tak dekat dengan Tuhan bagai orang buta menuntun orang buta hingga keduanya akan jatuh ke dalam lobang. Orang sok benar gambang mengoreksi sesama seakan-akan ia paling benar bagai orang yang melihat seserpih kecil kayu di mata saudaranya, padahal ada balok di matanya. Akar dari sikap sok pintar dan sok benar ini adalah hati yang "sok suci" yang merasa bersih tanpa dosa di hadapan Tuhan. Bagaimana mungkin orang yang suci, bisa berkata dan berbuat sesuatu yang menyesatkan dan menghakimi?
Perkataan dan perbuatan kita adalah buah dari hati yang tak kelihatan. Kata Yesus, "... apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang." (Mat 15: 18-20) Maka, perkataan dan perbuatan kita harus bersumber dari yang bertobat. Bagaimana mungkin kita mengobati kerusakan lingkungan dan menjadi berkat mengatasi masalah kemanusiaan jika hati tak bertobat?
Saudara-Saudari yang terkasih,
Kalau kita merasa suci, dekat dan mengasihi Tuhan dengan segenap hati, apakah kita sudah peduli pada sesama dengan sepenuh hati? Bukankah orang yang beribadat benar pada Tuhan akan melayani sesama dengan baik? Untuk itulah kita perlu mengalami pertobatan liturgis, yaitu bagaimana doa, devosi, dan ekaristi kita berbuah nyata dalam sikap kita yang ramah dan cinta pada lingkungan dan sesama manusia.
Kalau kita merasa pintar, tahu banyak hal dengan baik, apakah kita sudah hidup sesuai dengan tujuan penciptaan yang luhur, yaitu demi kebaikan bersama dan keutuhan ciptaan? Untuk itulah kita perlu mengalami pertobatan pastoral, yaitu bagaimana gaya pelayanan dan pekerjaan kita menunjang kelestarian alam dan kesejahteraan bersama yang makin adil.
Kalau kita merasa benar, hidup sesuai tatanan moral, apakah kita sudah peduli pada alam karena saat alam rusak, manusia akan menderita? Untuk itulah kita perlu mengalami pertobatan personal, yaitu bagaimana gaya hidup, perkataan, dan perbuatan kita mendukung cita-cita pemulihan keutuhan ciptaan hingga apa yang kita katakan menjadi obat mujarab bagi krisis ekologis dan apa yang kita lakukan menjadi berkat bagi kesejahteraan sesama.
Semoga pertobatan personal, pastoral, liturgis, dan ekologis kita menjadi Tahun Rahmat yang membawa berkat. Marilah kita berjalan bersama sebagai peziarah pengharapan yang berkomitmen melakukan pertobatan ekologis, yaitu mengembangkan kehidupan "hijau" yang penuh belarasa demi kelestarian lingkungan dan keselamatan sesama, misalnya dengan cara hidup lebih ugahari, makan secukupnya, belanja seperlunya, hemat air dan listrik, menanam pohon, mencegah pencemaran air, tanah, dan udara, serta mengurangi limbah dan mendukung program bank sampah yang hasilnya berguna bagi kehidupan bersama.
Saudara-Saudari yang terkasih,
Tahun Yubileum, yaitu Tahun Rahmat (Luk 4: 19) atau Tahun Yobel (Im 25:8-13) adalah tahun perdamaian dan penebusan, di mana umat Allah membangun kembali relasi yang baik dan benar dengan Tuhan, sesama, dan seluruh alam ciptaan melalui praktek-praktek belarasa. Pada tahun Yubileum ini, kita diberi kesempatan melewati pintu suci dan mendapat berkat rekonsiliasi dan indulgensi. Semoga rahmat pintu suci ini meneguhkan kita sebagai peziarah pengharapan untuk terus berjuang mengubah cara berpikir dan gaya hidup agar makin ekologis dan humanis hingga ajakan Paus Fransiskus untuk melakukan pertobatan ekologis terwujud. Buahnya adalah relasi kita dengan Tuhan, sesama, dan semesta pun diperbaharui. Dengan matiraga dan puasa, kita makin mampu mengontrol diri dan hidup ugahari. Dengan doa dan tapa, kita makin peka akan kehendak ilahi untuk merawat bumi rumah kita bersama. Dengan amal dan kasih, kita makin berbelarasa dan berbagi pada saudara-saudari yang membutuhkan. Itulah ungkapan hati kita yang bertobat agar hidup kita menjadi obat mujarab bagi krisis ekologis dan menjadi berkat bagi terciptanya dunia yang kian humanis.
Bandung, 1 Maret 2025
Ut diligatis invicem
+Antonius Subianto Bunjamin OSC
Uskup Bandung