TIGA BENTUK MENYAMBUT KOMUNI KUDUS DALAM MISA

Setelah sekian lama mengalami masa pandemi Covid-19, Gereja Katolik akhirnya membuka kembali misa bersama dengan umat yang dimulai pada tanggal 18 Mei yang lalu di Vatican dan beberapa gereja di Italia dan kemudian diikuti oleh berbagai negara hingga sekarang termasuk Indonesia. Meskipun misa sudah dapat diikuti, jumlah umat tetap dibatasi dan semua mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Demi mencegah dan mengurangi kemungkinan penularan virus korona, umat diminta untuk mengikuti langkah-langkah bahkan sebelum misa dimulai dengan mencuci tangan dan sebagainya serta menghindari kontak fisik sedapat mungkin. Oleh karena itu, muncul pertanyaan bagaimana dengan bentuk menyambut komuni? Apakah bentuknya seperti biasa atau apakah diperlukan alat tertentu agar komuni tetap higienis? Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, kita akan membahas bentuk menyambut komuni dalam misa. Sekurang-kurangnya ada tiga bentuk menyambut komuni kudus dalam misa yakni comunicatur cum ore (menyambut dengan mulut), comunicatur cum manu ((menyambut dengan tangan)dan comunicatur cum corde ((menyambut dengan hati).


Communicatur cum manu

Bentuk menyambut komuni kudus yang pertama adalah communicatur cum manu atau menyambut dengan tangan. Dihadapan imam atau pelayan liturgis yang lain, umat menyambut komuni dengan berdiri dan hormat menyantap-Nya dengan menggunakan tangan. Komuni dengan tangan sebenarnya sudah dimulai sejak abad pertama. St. Tertulianus, St. Siprianus, St. Sirilus dari Yerusalem menegaskan komuni dengan tangan. Dengan tangan kiri sebagai simbol takhta untuk hosti yang ditaruh di atas tangan kanan, umat menyambut Sang Raja yakni tubuh Kristus (bdk. Vincenzo Raffa, Liturgia Eucaristia, Mistagogia della Messa: dalla storia e dalla teologia alla pastorale pratica, 477). Setelah imam atau pelayan lain memberikan hosti dengan mengatakan “Tubuh Kristus”, maka umat menundukkan kepala sebagai lambang penghormatan dan menerima-Nya sambil mengatakan “Amin”. Lalu hosti yang diletakkan di tangan kiri diambil dengan tangan kanan lantas disantap. Setelah itu, umat berarak kembali menuju tempat duduk semula.

Tata gerak mengulurkan tangan dengan membuka telapak tangan adalah simbol keterbukaan hati untuk menerima tubuh Kristus. Dengan rendah hati dan dan penuh keyakinan, kita menyantap-Nya. Dengan kata lain, tata gerak membuka tangan merupakan simbol manusia yang terbuka untuk menerima rahmat yang berlimpah agar pantas bersatu dengan-Nya. Komuni dengan tangan terbuka menunjukkan bahwa kita mau dan rela hati serta percaya kalau Kristus akan menjaga dan menyertai kita. Corpus Scriptorum Ecclesiasticorum Latinorum 20, 36 dalam De Idolatria menegaskan peran utama tangan untuk menyambut komuni yang digunakan untuk melawan setan atau roh jahat setelah menerima tubuh Kristus. Selain itu, sikap menundukkan kepala sebelum menyambut komuni menurut St.Theodorus dari Mopseustia adalah tanda penghormatan kepada Allah yang mahakuasa dalam rupa komuni. Sikap ini berasal dari bentuk adorasi yang menunjukkan kesederhanaan umat beriman untuk menghormati Kristus.


Communicatur cum ore

Bentuk menyambut komuni kudus yang kedua adalah communicatur cum ore atau menyambut dengan mulutSejak abad ke-9, umat beriman dapat menyambut komuni dengan mulut, di atas lidah. Cara ini dilakukan sebagai tanggapan atau pencegahan Gereja atas profanisasi dan penyalahgunaan praktik komuni yang terjadi pada masa sebelumnya. Fungsi tangan dalam kehidupan sehari-hari yang dianggap bermakna peyoratif seperti dipakai untuk mengangkat senjata pada saat berperang, tangan yang digunakan untuk memegang uang, tangan yang digunakan untuk hal-hal negatif lain dijadikan alasan untuk mengganti tata gerak dalam ritus komuni. Oleh karena itu, ada upaya untuk mengembalikan makna misteri komuni kudus yang telah terkontaminasi oleh penggunaan tangan yang dinilai mengurangi makna kekudusan komuni tersebut.

Sambil berdiri dengan tangan terkatup, umat membuka mulut dan menyiapkan lidah sebagai tahta Kristus yang akan disantap. Komuni dengan mulut adalah simbol kepasarahan diri atas Allah yang masuk dalam hidup kita. Seperti seorang anak kecil yang disuapi, demikian juga kita tergantung pada Allah melalui pelayan liturgis yang memberikan santapan rohani kepada kita: “Semuanya menantikan Engkau supaya diberikan makanan pada waktunya (bdk. Mzm 104:27). Menyambut komuni dengan menjulurkan lidah berarti memohon kepada Allah agar diberi makanan spiritual dan dengan pasrah dan percaya, kita menyantap-Nya langsung dengan mulut. Selain itu, menyambut komuni dengan mulut sama seperti orang sakit yang harus dibantu orang lain agar bisa makan. Dengan kata lain, tata gerak yang demikian menunjukkan fragilitas umat atas iman akan Kristus dan tanda bahwa manusia itu rapuh dan penuh dengan dosa. Akan tetapi, melalui komuni yang kita sambut, kita semakin dikuatkan secara spiritual dan disucikan dari keberdosaan dan kelemahan-kelemahan manusiawi lain.


Communicatur cum corde  

Bentuk menyambut komuni kudus yang ketiga adalah communicatur cum corde atau menyambut dengan hati. Selain menyambut dengan tangan atau dengan mulut, menyambut dengan hati adalah bentuk yang jauh lebih penting sebab kita sungguh menyadari bahwa yang hadir dalam komuni kudus adalah Kristus sendiri. Menyambut komuni dengan hati berarti memberikan diri sepenuhnya pada saat misa berlangsung sehingga kita dipantaskan bersatu dengan-Nya. Dengan hati, kita meresapkan sabda Allah dan menyantap tubuh-Nya dengan persiapan dan pemberian diri yang seutuhnya. Dengan hati, kita dimampukan mengikuti misa melalui partisipasi aktif, sadar, dan penuh.

Demikianlah ketiga bentuk menyambut komuni dijelaskan secara singkat. PUMR 160-163 menyebut hanya ada dua bentuk menerima komuni kudus dalam misa yaitu dengan tangan atau dengan mulut. Akan tetapi, menyambut komuni kudus dengan hati perlu ditambahkan karena dianggap lebih utama. Umat menyambut komuni kudus entah sambil berlutut entah sambil berdiri, sesuai ketentuan Konferensi Uskup. Tetapi, kalau umat menyambut sambil berdiri, dianjurkan agar sebelum menyambut Tubuh dan Darah Tuhan mereka menyatakan tanda hormat yang serasi, sebagaimana ditentukan dalam kaidah-kaidah mengenai komuni. Kalau komuni dibagikan hanya dalam rupa roti, imam mengangkat sedikit dan menunjukkan hosti kepada masing-masing orang yang menyambut sambil berkata: “Tubuh Kristus”. Masing-masing orang menjawab: “Amin”, lalu menyambutnya entah dengan lidah entah dengan tangan. Begitu diterima, hosti hendaknya langsung dimakan. Umat tidak diperkenankan mengambil sendiri roti kudus atau piala, apalagi saling memberikannya antar mereka.

Meskipuan ada banyak aturan kesehatan yang berlaku, bentuk menyambut komuni belum mengalami perubahan. Adanya kebijakan yang menggunakan alat-alat tambahan perlu dipertimbangkan secara matang agar makna menyambut Kristus yang hadir dalam komuni dan dimensi sakralitas tetap terjaga. Sampai saat ini belum ada dokumen resmi yang melegalkan penggunaan alat-alat tersebut. Bentuk menyambut komuni dapat dilakukan seperti biasa hanya dengan memperhatikan jarak serta menghindari cara-cara yang memungkinkan penyebaran virus. Pilihan dengan menggunakan tangan bisa jadi dianggap tepat untuk mengurangi resiko penularan bila dibandingkan dengan menggunakan mulut. Namun pilihan apapun yang akan ditetapkan tentu saja mengikuti ketetapan yang berlaku di keuskupan masing-masing. Mari menyambut dan menyantap Kristus dengan penuh hormat.


RP. Riston Situmorang OSC

Dosen Liturgi Fakultas Filsafat UNPAR