TIGA CIRI KHAS MISA PENTAKOSTA

Roh Kudus turun atas para rasul pada hari ke-50 setelah Paskah. Roh Tuhan yang satu dan sama memenuhi seluruh dunia. Dialah yang menyatukan segala sesuatu sehingga segala bangsa dapat memahami setiap tutur bahasa (bdk. Rm 5:5; 8:10). Yesus berkata: “Spiritus Sanctus vos docebit omnia” yang artinya “Roh Kudus akan mengajarkanmu segala sesuatu”. Itu sebabnya, para rasul tidak perlu kuatir karena Allah akan mengutus Penolong yang lain yang akan menyertai mereka. Roh Kudus sendiri yang akan menuntun dan mengingatkan mereka akan semua yang dikatakan oleh Yesus. Semua orang yang dipimpin oleh Roh Tuhan tersebut adalah anak-anak Allah yang hidup dalam Roh dan bukan dalam daging. Oleh karena hidup menurut daging berarti mati maka hidup menurut Roh berarti mematikan perbuatan-perbuatan tubuh kita. Dengan demikian, kita akan hidup dan dipenuhi oleh Roh Kudus. Semua orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus pada akhirnya akan berbicara dan berkata-kata dalam bahasa lain tentang karya-karya agung yang dilakukan oleh Allah.

Perayaan Minggu Paskah sampai dengan Minggu Pentakosta dirayakan dengan gembira bagaikan satu Hari Raya, bagaikan “Minggu Agung” sehingga hendaknya diutamakan di atas semua hari raya Tuhan dan semua hari raya. Minggu Pentakosta adalah hari perayaan kedatangan Roh Kudus pada para Rasul, asal-usul Gereja dan awal perutusannya kepada manusia segala bahasa, rakyat dan bangsa. Minggu Pentakosta mengajak kita untuk doa tak kunjung henti, menurut teladan para Rasul dan murid, yang “rukun bertekun dalam doa bersama Maria, Ibu Yesus” dan menantikan Roh Kudus. Pada perayaan Pentakosta ini, ada tiga ciri khas yang perlu kita ketahui yakni: Misa ad vigiliam, Veni Sanctae Spiritus, dan conclusio tempus paschalis.

Misa ad vigiliam

Ciri khas yang pertama dari perayaan Pentakosta adalah Misa ad vigiliam atau Misa vigili sebagaimana perayaan besar lain dalam liturgi. Misa vigili Pentakosta dirayakan pada Sabtu sore sebelum hari rayanya. Sesudah Misa vigili selesai, dapat dilanjutkan dengan saat berjaga-jaga yaitu dengan berdoa atau membaca Kitab Suci, seperti dahulu para rasul bersama Bunda Maria ketika menantikan kedatangan Roh Kudus. Hidup para rasul sebelum Roh Kudus turun tidak menentu. Mereka lesu, lemah, tidak berdaya, takut, kecewa, ragu, sedih, kacau. Para rasul merasa kehilangan pegangan sebab Yesus telah pergi. Walaupun mengurung diri, mereka ingat akan janji Kristus: “Aku akan selalu menyertai kamu dan mengutus Roh Penghibur”. Roh Kudus masih tetap ada, tetap mendampingi para rasul. Hidup para rasulpun berubah. Mereka menjadi manusia baru, segar dan bersinar. Roh Kudus itu menggelorakan dan menggairahkan, membawa suasana dan semangat baru. Inilah Pentakosta. Roh Tuhan memenuhi seluruh dunia dan menyatukan segala sesuatu. Kita semua dibaptis untuk menjadi satu tubuh dan satu roh. Sebagaimana Tuhan mengembuskan nafas kehidupan kepada manusia pertama, demikian pula Kristus mengembuskan kehidupan-Nya kepada para rasul. “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku demikian juga sekarang Aku mengutus kamu”. Sesudah itu, Yesus mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.

Dalam Misa vigili Pentakosta, bacaan I dapat diambil dari empat pilihan yang sudah disediakan yakni dari Kejadian 11:1-9: Kota itu disebut Babel, karena di situlah dikacaubalaukan Tuhan bahasa seluruh bumi; atau dari Keluaran 19:3-8a.16-20b: Tuhan turun di Gunung Sinai di hadapan seluruh bangsa; atau dari Yehezkiel 37:1-14: Hai tulang-tulang kering, aku akan menngutus roh kepadamu, dan kamu akan hidup; atau dari Yoel 2:28-32: Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan. Bacaan II diambil dari Roma 8:22-27 yang berbicara tentang Roh yang berdoa untuk kita dengan keluhan yang tidak terucapkan. Injil diambil dari Yohanes 7:37-39 dengan tema “Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup”.

Veni Sanctae Spiritus

Ciri khas yang kedua dari perayaan Pentakosta adalah Veni Sanctae Spiritus atau “Datanglah Roh Kudus”. Veni Sanctae Spiritus adalah sekuensia yang selalu dinyanyikan pada Misa Pentakosta. Sekuensia memang bukanlah bagian dari Bait Pengantar Injil sebab sekuensia adalah madah yang dinyanyikan justru persis sebelum Bait Pengantar Injil. Di antara beberapa sekuensia, hanya ada dua sekuensia yang wajib dibawakan: yang pertama, pada hari Raya Minggu Paskah I: Victimae Paschali Laudes, karya Vipone (wafat sekitar tahun 1090). Yang kedua, pada Misa Pentakosta: Veni, Sanctae Spiritus, karya Stephan Langton (wafat sekitar tahun 1228 sebagai Uskup di Centerbury). Selain itu, sekuensia juga dapat dibawakan secara fakultatif pada masa-masa tertentu: pada hari Raya Tubuh dan Darah Kristus: Lauda Sion, Salvatorem, karya St. Thomas Aquinas (wafat sekitar tahun 1263). Dan pada peringatan Bunda Maria yang berdukacita: Stabat Mater Dolorosa, karya Thomas Celano (wafat sekitar tahun 1250). Veni Sanctae Spiritus sendiri sudah dipakai dalam liturgi Gereja Katolik ritus romawi sejak abad XIV dan lebih dikenal sebagai gubahan dari Notker Balbulus (wafat tahun 912) yakni rahib dari Sankt Gallen, Swiss.

Conclusio tempus paschalis

Ciri khas yang ketiga dari perayaan Pentakosta adalah conclusio tempus paschalis atau penutup masa Paskah. Masa Paskah berakhir sesudah ibadat penutup Minggu Pentakosta dan kembali ke Masa Biasa mulai Senin sesudah Minggu Pentakosta. Pada saat ritus pengutusan, diakon, atau bila ia tidak ada, imam sendiri melagukan atau berkata: “Saudara-saudara, pergilah, misa sudah selesai, alleluya, alleluya. atau: Saudara-saudara, pergilah dalam damai, alleluya, alleluya. Lalu umat menjawab dengan: “Syukur kepada Allah, alleluya, alleluya”. 

Pada saat masa Paskah berakhir, lilin Paskah dipadamkan dan sebaiknya disimpan dengan hormat di kapel pembaptisan atau ruang lain yang layak, supaya dalam perayaan pembaptisan lilin para baptisan baru dinyalakan dari lilin Paskah ini. Selain itu, lilin Paskah dapat juga digunakan dalam Misa Arwah kalau jenazah disemayamkan di gereja.

Jika memungkinkan dapat diadakan ritus pemindahan lilin Paskah itu dari panti imam menuju kapel pembaptisan atau ruang penyimpanan. Setelah berkat dan pengutusan, lilin Paskah yang masih menyala itu dibawa oleh diakon atau imam selebran dan diarak menuju kapel atau ruang yang telah disiapkan. Perarakan didahului oleh pembawa pedupaan, salib prosesi dan lilin. Sesampainya di kapel atau ruang tersebut, diakon atau imam meletakkannya dekat bejana baptis kemudian imam selebran mendupainya. Setelah itu, imam dan para petuas kembali ke sakristi. Lilin Paskah dibiarkan tetap menyala hingga seluruh umat telah meninggalkan gereja.

Demikianlah ketiga ciri khas Misa Pentakosta dijelaskan dengan sangat singkat. Semoga dengan penjelasan ini, kita semua mendapat pencerahan khususnya dalam memaknai peristiwa turunnya Roh Kudus atas para rasul termasuk atas kita semua melalui praktek berliturgi kita.


RP. Riston Situmorang OSC

Dosen Liturgi Fakultas Filsafat UNPAR